Senin, 15 November 2010

Astungkara

Deru motor mio putihku sudah memecah heningnya pagi. Disaat beberapa tetanggaku mungkin masih tertidur lelap, aku sudah berangkat kerja. Sudah lebih dari 2 tahun aku mulai meninggalkan kebiasaanku untuk membawa kendaraan pribadi ke kantor. Selain karena lelah karena macet yang parah, aku juga berfikir untuk ikut menciptakan udara yang lebih bersih walau dengan berkurangnya satu mobil saja.

Aku berangkat menuju tempat pemberhentian bus. Disana aku dan dia dengan setia menanti bus yang kita tumpangi. Sering kali aku mendapat bus terlebih dahulu dibandingkan dia. Selain itu, bus jurusanku relatif lebih bagus dan nyaman. Sangat berbanding terbalik dengan kondisi bus nya.

Dalam perjalanan aku berfikir, sebenarnya apa yang dia cari dengan bekerja jauh dari rumah dan dengan kondisi jalanan yang macet seperti itu setiap harinya?

Dengan kondisi ku saat ini, aku sudah merasa sangat bersyukur. Kadang kala sebagai manusia pasti ingin selalu melihat ke atas. Hmm... kadang rasa tidak puas sesekali menghinggapi dan bergelayut nakal dalam pikiranku. Namun, begitu aku melihat kebawah, aku merasa sangat bersyukur dengan keadaanku. Apa yang kurang? TIDAK ADA.

Kembali pada pertanyaanku semula, aku mulai mencoba mencari jawabannya namun tidak ketemu. Aku memberanikan diri untuk bertanya padanya. Dia hanya menjawab dengan sangat sederhana. Aku melakukannya karena aku suka, begitu katanya.

Sebuah jawaban yang sederhana namun membuat aku berfikir bahwa rasa itulah yang membuat dia begitu kuat dan rileks menjalaninya dan selalu mengingatkan ku untuk bersyukur setiap waktu.