Hari minggu lalu aku pergi ke bandara menggunakan bus bandara. Aku ke
bandara untuk menjemput adik iparku yang akan tugas ke Jakarta atau tepatnya ke
wilayah ciawi. Bus yang aku tumpangi tidak penuh dan sangat nyaman.
Lumayan cerah dan dingin pagi itu. Bus berjalan anggun di tengah
lenggangnya jalan bebas hambatan yang membelah kota Jakarta. Ku nikmati setiap
detail perjalanan, ku resapi setiap nafas dan ku syukuri semuanya.
Dalam perjalanan aku merenung. Entah kenapa pikiranku kembali ke masa-masa
dimana aku memulai perjalanan hidupku dengan istriku tercinta. Mulai bagaimana
kami bertemu, mempersiapkan pernikahan, memiliki anak sampai dengan pindah
kerja dan kantor.
Kembali aku resapi perjalanan itu. Sunggu bukan merupakan perjalanan yang
sangat mulus dan lenggang seperti perjalanan ku ke bandara hari ini. Mulai
membangun fondasi keluarga dan memenuhi segenap kebutuhannya.
Ada saat dimana uang yang tersisa hanya uang di ATM sedangkan si mekarsari,
begitu kami menyebut mobil pertama kami, minta dirawat di bengkel. Kondisi
pekerjaanku yang sangat berhubungan dengan dunia pasar modal dan keuanganpun
juga mengalami pasang surut seiring dengan krisis global dan pasar keuangan.
Tahun 2015 pun menjadi salah satu tahun tersulit dalam hidupku. Kembali
mengalami ”bencana” di pasar keuangan dan susahnya memenuhi target akhir tahun.
Berat dan penat sangat terasa.
Pulang ke rumah terasa sangat lelah. Istriku mulai bertanya apa yang
terjadi. Mulutku pun bercerita seperti air mengalir sampai jauh. Setelah puas
bercerita, diapun menjawab, ”hidup itu khan seperti roda, tetaplah semangat dan
jangan hiraukan aura negatif disekitarmu”, demikian kira-kira inti nasehatnya.
Sontak aku terbangun dari ”mimpi buruk ku”. Apa yang diucapkannya benar
sekali. Ini bukan pertama aku mengalami dan menghadapi hal seperti ini dan aku
selalu bisa bangkit kembali.
Aku sudahi perbincangan malam itu dan bergegas mandi. Lalu seperti biasa
aku mengambil peralatan sembahyangku. Dalam doa aku kembali merenungi
perbincangan malam ini. Tuhan hadir kembali menyadarkanku dan memberiku
semangat melalui orang-orang tercintaku.
Aku kembali bisa berdiri dan belari sekarang bukan karena aku adalah orang
yang hebat dan kuat. Namun itu karena CINTA. Iya, cinta Tuhan, Cinta istri dan
anak-anakku. Tuhan dan keluargaku selalu ada untukku. Namun pikiran yang kusut
dan penuh kekhawatirkan membuatku tidak sadar akan cinta Tuhan dan keluargaku.