Senin, 22 Desember 2008

Bunga Di Tepi Jalan

Suatu hari yang cerah, aku bersama teman-teman sepermainan berencana untuk berangkat ke kawasan gunung salak di Kabupaten Bogor. Sudah kebayang sejuknya hawa pengunungan dan hijaunya pemandangan. Kami sudah sepakat untuk berangkat pukul 8 pagi sebelum Bogor penuh dan macet.

Sampai pukul 9 kami tak kunjung berangkat. Satu orang kawanku tak menampakkan jejak langkahnya di halaman rumah. Setelah menunggu sekian lama, akhirnya dia datang juga. Ikan hiu di lemari, yuuu mariiiiii....

Sekitar kurang lebih 60 Km aku tempuh dalam waktu 2 jam. Begitu lepas dari kota bogor, hijau tampak dari kejauhan. AC mobil segera aku matikan agar aku bisa menikmati segarnya udara gunung salak.

Masuk ke kaki gunung sebelum ke sampai di depan Pura, jalanan mulai menanjak curam dan berbatu. Kiri kanan kulihat saja, namun tidak banyak pohon cemara. Yang tampak adalah pohon pinus tinggi menjulang mencakar birunya langit. Sungguh perpaduan yang sempurna.

Pada suatu sudut diantara semak belukar, kutemukan bunga yang sangat indah. Siapa yang telah menanam bunga seindah itu? Tak ada yang mengiranya. Oh alangkah indahnya. Namun tidak ada yang memperhatikan. Tak lepas pandanganku menatapnya. Ingin rasanya ku memetik dan ku bawa pulang.

Setelah meminta ijin, aku berhasil memetik bunga itu dan ku bawa pulang. Sekarang, bunga itu telah semakin mekar menghiasi rumahku. Bunga yang selalu memberikan wangi semerbak menenangkan jiwa. Kan Kujaga dengan sepenuh hati dan tak akan kubiarkan dia layu agar bisa selalu mewarnai kehidupanku.
"Bunga Di Tepi Jalan" - Erwin Gutawa & Duta

Minggu, 21 Desember 2008

Jerawat

Langit masih gelap gulita walau jam dinding sudah menunjukan pukul 05.30. Semalam hujan turun begitu derasnya menghempas dahan dan dedaunan di halaman. Hawa juga masih terasa sangat dingin menusuk.

Aku memasukan beberapa sendok nasi hangat ke kotak makanku. Uap panas menghangatkan wajahku begitu penanak nasi kubuka. Hmm.. hari ini sarapan apa ya? Oh ternyata dia telah menyiapkan beberapa botong baby cumi (ikan sotong) di sebuah piring kecil sebagai lauk sarapanku. Tidak sabar rasanya untuk segera mencicipinya.

Begitu sarapan siap, masih ada yang kurang ternyata. Tapi apa ya? Aku mulai mengingat-ingat apa yang terlewatkan olehku. Iya, dia belum keluar dari dalam kamar. Sedang apa dia didalam kamar begitu lamanya?

Aku mengintip dari balik pintu. Kulihat dia masih termenung sedih di depan meja rias. Tangannya sibuk memegang tisu yang menutupi wajahnya. Merah mulai mewarnai tisu itu. Ternyata dia sibuk mengurusi jerawat yang bertamu di wajahnya. Aku Jeleknya? Begitu tanya nya.

Sambil tersenyum aku menatap dirinya. Tanganku mulai mengelus rambutnya yang lurus dan hitam. Tidak sayang, kamu tetap cantik. Bagiku jerawat bukan penyakit yang mengerikan dan harus disedihkan, begitu jawabku. Yang harus dia tahu adalah, bahwa ada aku yang akan selalu menyayanginya dengan segenap nafasku dan setiap detak jantungku.

Senin, 08 Desember 2008

Hari Libur

Tak terasa libur panjang sudah berakhir. 3 hari bagiku sudah merupakan libur panjang, karena biasanya aku cuma mendapat libur sabtu dan minggu atau 2 hari. Dari satu minggu sebelumnya, aku sudah menyusun rencana apa saja yang akan aku lakukan untuk mengisi liburan tersebut.

Seperti biasa, setiap sekian Km belari, maka kendaraan harus ganti oli dan service. Hari itu aku berangkat ke bengkel di daerah Jakarta Timur. Naik ke area service, aku memandang kendaraanku. Tak kusangka setiap harinya ia harus berlari mengantar kami menyusuri padatnya kota Jakarta sejauh 100 Km. Sungguh bukan perjalanan yang tidak melelahkan.

Hari minggu pagi, aku kembali ke senayan untuk olahraga. Namun minggu ini tak seperti minggu sebelumnya. Senayan relatif lebih sepi. Mungkin warga Jakarta banyak yang berlibur ke luar kota, begitu pikirku.

Sudah 3 putaran aku berjalan. Lapar menyerang dan semangkok lontong sayur padat mengisi rongga perutku, keyang. Aku pun segera pulang.

3 hari telah berlalu, tak terasa lewatnya waktu. Hari-hari, detik demi detik aku jalani liburan dengannya. Sekarang, aku kembali kepada kerjaanku, kembali pada rutinitasku. Namun yang masih terkenang adalah rasa senang dan bahagia. Karena aku tahu berapa haripun aku diberi waktu libur, itu tidak akan cukup. Tapi yang penting adalah, apa yang telah aku lakukan bersamanya selama waktu liburku. Syukur aku masih diberi kesempatan dan waktu untuk menikmati hari dengannya.

Rabu, 03 Desember 2008

Cepat Sembuh

Sudah hampir 3 hari ini dia mengalami batuk dan pilek yang begitu kerasnya. Bisa aku hitung dengan jari berapa kali dia batuk dan bersin dalam semenitnya. Padahal dulu dia begitu kuat daya tahan tubuhnya akan penyakit ini. Kenapa ya?

Oh ternyata lingkungan tempat dia bekerja sedang mewabah penyakit pilek dan batuk. Sungguh suatu keadaan yang menyedihkan. Untuk proses penyembuhan yang alami dan tidak memerlukan obat kimia, maka dia pun harus istirahat di rumah alias tidak ke kantor.

Pagi itu sinar matahari pagi sudah memasuki ruang kamarku. Sudah jam 6 pagi ternyata. Aku beranjak dari tempat tidurku dan berdoa. Kemudian aku melihat dia masih terlelap dalam tidurnya. Aku tidak tahu dia sedang memimpikan apa, dan dia tidak sadar saat aku menggambarkan sesuatu di wajahnya yang menggambarkan perasaanku padanya.

Jam 06.30 aku sudah siap untuk berangkat ke kantor. Sempat aku mengelilingi kebun kecilku dan menyapa mereka satu persatu. Dapat kulihat mereka tersenyum bahagia menyambut sapaanku.

Bunyi knalpot kendaraan menderu, hati aku kelu. Kelu karena aku harus meninggalnya dalam keadaan sakit di rumah. Namun senyuman dan lambaian tangannya menyiratkan bahwa aku tidak boleh khawatir karena dia akan baik-baik saja. Akupun mulai menjauh dari halaman rumah, meninggalkan jejak-jejak kebahagian disana. Jejak yang semoga akan kekal sepanjang masa. Dalam perjalanan pagi itu, aku tersenyum bahagia karena dengan adanya dia disisiku, dia telah membuat hidupku penuh warna.

Cepet sembuh ya sayang, sehingga warnamu bisa semakin bersinar cerah mengisi hari-hariku.

”you make my world so colorful” – Daniel Sahuleka

Senin, 01 Desember 2008

Semangat Istriku

Setiap harinya, aku harus bangun jam 4 pagi untuk bersiap ke kantor. Mungkin bagi beberapa orang, jam 4 adalah waktu yang paling nyaman untuk membungkus badan dengan selimut hangat. Hal itu tidak bisa aku rasakan. Bukan hanya aku yang kehilangan waktu nyaman itu, tapi juga dia.

Setelah semua siap, aku dan dia berangkat pukul 05.30 dimana matahari masih malu untuk bersinar. Embun pagi dan sejuknya hawa perumahan kubiarkan masuk ke pikiranku. Segar terasa nikmatnya udara pagi. Rutinitas itu aku jalani setiap hari kerja. Sungguh suatu rutinitas yang melelahkan.

Menyusuri jalan tol jagorawi yang masih sepi, aku melihat ke kursi sebelahku. Dia sedang tertidur. Tidak ada sedikitpun niat untuk membangunkan untuk sekedar menemaniku. Aku tahu dari pagi dia sudah terbangun dan menyiapkan sarapan buatku. Hangat terasa melihat dia terlelap nyaman.

Sebelum terlelap, dia mengatakan padaku untuk membangunkannya besok pagi karena dia ingin berolahraga jalan kaki ke stadion senayan. Loh, bukannya waktu libur saatnya bangun siang untuk menebus kurang tidur kemarin-kemarin? ”Tidak” katanya. Dia mengatakan bahwa dia harus olahraga untuk kesehatan dan demi anak kita.
Sudah 3 putaran dia mengitari kemegahan stadion utama Bung Karno. Tidak sedikitpun lelah terpancar dari wajahnya. Setiap aku bertanya, dia selalu mengatakan belum lelah. Sungguh semangat yang luar biasa. Aku tahu dia melakukan itu bukan hanya untuk dirinya, tapi juga untuk anak kami, anak yang sedang kami nantikan.

Aku hanya bisa tersenyum menatapkan dan aku berterima kasih telah di karuniai istri yang luar biasa. Dan aku yakin, kelak saat anak kami lahir, dia patut bangga punya ibu yang kuat dan hebat luar biasa yang sudah dan selalu menyayanginya walau dia belum menyejakkan kakinya di bumi.