Kamis, 12 Februari 2009

Valentine

Setiap hari selama seminggu belakangan ini aku selalu mendengar kata-kata ”Valentine” di radio kesayanganku. Sepertinya setiap insan di dunia yang memuja cinta, menantikan tibanya hari ini. Walaupun bukan budaya Indonesia, tapi sebagian besar orang ikut merayakan dan selalu mendambakan.

Hampir di setiap pusat perbelanjaan aku melihat hiasan yang didominasi warna merah muda, cerah menghiasi setiap sudut. Sepertinya cinta telah merasuk segenap umat manusia dan membuat mereka lebih bersemangat. Apakah itu hanya imajinasiku? Entahlah. Yang pasti, itu adalah harapan dan impianku.

Aku termasuk orang menyukai semangat valentine itu walau aku bukan pemuja hari valentine. Perasaan damai penuh cinta menyelimuti dunia., itulah yang aku rasakan. Kenapa aku tidak memujanya?

Aku memiliki seorang istri yang sangat sayang padaku. Setiap hari adalah hari yang istimewa buatku. Dia selalu ada untuk aku. Saat aku berada pada ”persimpangan jalan” yang ramai, aku bingung. Aku berusaha mendengar kata hatiku, dan yang aku bisa dengar hanya suaranya. Begitu banyak orang lalu lalang di dunia, tapi aku hanya bisa mendengar suaranya.

Dia telah memberikan tangannya untuk aku. Selalu menolong aku saat aku jatuh dan mengingatku saat kakiku sudah tidak lagi menginjak bumi. Senyumnya yang cerah telah menjadi bintang penunjuk jalanku. Aku semakin tahu kemana aku harus melangkah.

Itulah sebabnya aku bukan pemuja hari valentine. Karena setiap hari, setiap detiknya aku mengalami hari kasih sayang. Hari yang penuh cinta kasih dari istriku tercinta. Namun aku harap, semangat hari kasih sayang tidak akan luntur di hati setiap insan, walau hari ini telah lewat.

Mengutip sebuah pepatah bahwa ”cintailah selama kamu hidup dan hiduplah selama kamu masih bisa mencintai”, maka dunia pasti akan semakin indah.

Minggu, 01 Februari 2009

Ambilkan Bulan Bu

Malam semakin larut. Dahan - dahan melambai tertiup angin malam. Lelah serasa menghampiri setelah lebih dari 3 jam aku duduk membaca buku. Besok aku akan menempuh ujian semester. Aku beranjak dari ruang kamarku dan berjalan menuju ruang belajar di lantai gedung asramaku, hanya ingin sekedar melepas lelahku.

Teman-teman ternyata sedang bersenandung diiringi petikan gitar klasik. Mereka adalah teman-teman satu asrama yang sudah meyelesaikan ujian semesternya. Sungguh nikmat rasanya lepas dari beban itu.

Aku minta untuk dimainkan sebuah lagu yang dapat meredakan tegangnya pikiranku. Lagu masa kecilku yaitu ”Ambilkan Bulan Bu”. Entah kenapa lagu itu selalu mendapat tempat yang indah di hatiku. Apalagi malam yang dingin itu, bulan bersinar dengan cerahnya.

Seolah-olah lupa akan umurku, aku mulai menyanyikan lagu itu dengan sepenuh hati. Aku membayangkan bahwa aku bisa menggapai Bulan dan ku bawa pulang. Khan ku dekap tak kubiarkan dia pergi.

Sampai saat ini, aku masih sangat mengagumi lagu itu. Bahkan sampai aku belajar main gitar. Bulan, begitu indahnya. Dia menyinari setiap insan. Sekarang, aku tidak perlu lagi meminta Ibu untuk mengambilkan bulan untuku. Karena dia sudah ada dipelukanku. Bulan yang selalu bersinar dan menemani setiap malam-malamku.