Minggu, 22 Maret 2009

Sabtu Ceria

Hari sabtu kemarin aku kembali ke RS Bunda untuk check up mingguan kandungan istriku. Aku sudah mendaftarkannya sejak seminggu lalu dengan mendapat no urut pendaftaran 1. Namun tetap saja itu bukan jaminan dia bakal mendapat giliran No. 1 karena nomor antrian dihitung berdasarkan kedatangan.

Aku tidak ingin dia menanti lama di RS Bunda. Untuk tetap mendapat no antrian kecil, maka aku tiba di RS Bunda pukul 16.30 walau dokter praktek jam 18.30 dengan harapan aku mendapat no antrian 1. Benar saja, setiba disana aku mendapat nomor yang aku harapkan namun biasanya akan di confirm 30 menit sebelum jam praktek dokter.

Namun hal yang beda terjadi. Petugas memberi aku print out nomor antrianku. Syukur dan senang aku menerimanya sehingga aku bisa segera pulang untuk menjemputnya. Ade’ dapet no urut kecil, begitu gumam ku.

Tiba kembali di RS pukul 18.00. Suster pada sibuk membereskan ruangan dokter karena dokter mau syuting. Syuting apa ya? ” Nyonya Mega”, suster memanggil. Aku segera masuk ke ruang dokter. Setelah diskusi kecil, istriku di USG. Aku melihat pergerakan anakku begitu lucunya, membuat aku terkagum-kagum.

Tiba – tiba dokter menanyakan apakah boleh istriku di ambil gambarnya oleh DAAI TV? Dia mengiyakan. Segera masuk serang wanita dari stasiun TV itu untuk ambil gambar. Layar monitor pun di ”shoot” sehingga ade’ bisa kelihatan di TV.

Ternyata hasil syuting itu akan di tayangkan di Taiwan untuk informasi kemanusiaan. Sungguh senang aku mendengarnya. Ade’, walau masih di kandungan sudah memberikan sumbangan untuk ilmu pengetahuan dunia.

Semoga nanti ade’ bisa terus berguna bagi keluarga dan dunia setelah ade’ menginjakkan kaki di bumi, dan aji yakin ade’ pasti bisa.

Kamis, 19 Maret 2009

Saat Menjelang Persalinan

Tak terasa kandungan mu sudah memasuki minggu ke-38. Tak sabar rasanya menanti hari persalinan dan mendengar tangisan anak kita. Mulai dari perlengkapan lahiran sampai nanti pulang ke rumah sudah kamu siapkan secara perlahan tanpa bantuanku karena saat itu aku sedang di bali. kamu sungguh luar biasa.

Baju, perlengkapan bayi dan lahiran sudah siap di dalam tas, menanti untuk berangkat. Kerjaanku juga hanya mencari informasi tentang kehamilan dan persalinan di internet. Semakin aku membaca dan mencari tahu, semakin tidak sabar rasa hatiku.

Aku mulai membayangkan hawa dan suasana kamar persalinan di rumah sakit. Beberapa kali aku menonton video melahirkan di internet supaya aku semakin paham apa yang terjadi di kamar persalinan dan bantuan apa yang harus aku berikan padamu. Aku ingin kamu merasa nyaman dan aman dengan adanya aku disisimu.
Tidak ada perubahan berarti darimu sejak awal kehamilan sampai dengan saat ini. Saat mendekati persalinan. Cuma beberapa kali terlontar dari bibirmu kalau kamu mulai dihinggapi rasa khawatir, cemas dan takut.

Dari beberapa cerita orang dan tulisan yang aku baca, rasa itu wajar menghinggapi ibu yang akan melahirkan. Apalagi melahirkan anak pertama. Tapi aku yakin kamu pasti bisa melewatinya, karena aku yakin Tuhan pasti telah menyediakan jalan dan cara yang terbaik. Banyak wanita bisa, dan aku yakin kamu juga pasti bisa. Aku pasti akan ada disana, disisiku dengan segenap doa dan kemampuanku. Ade’ bantu ibu melahirkan dengan sehat, normal dan lancar ya.

Tak sabar segera mendengar tangisan anak kita dan melihat senyum cantik mengembang diwajahmu. I luv u so much.

Selasa, 03 Maret 2009

Selamat Jalan Papa


Ma, kenapa dada papa berhenti bergerak ya? Segera aku berlari keluar kamar perawatan untuk memanggil suster jaga walau mama sudah menekan bel darurat. Panik dan sedih bercampur aduk. 2 orang suster segera mengerahkan segenap kemampuannya untuk membantu papa. Namun kenyataan berkata lain. Tanggal 26 Februari 2009, Papa tiada. Tangis tak terbendung memecah kesunyian pagi.

Sejak sehari sebelumnya papa sudah sulit bernafas. Kondisinya semakin mengkhawatirkan. Tidak henti-hentinya doa kupanjatkan memohon yang terbaik untuknya. Malam itu, aku tidak bisa tertidur dengan nyenyak. Setiap saat kuperhatikan infus dan oksigen yang menempel di tubuh papa.

Pagi hari, seorang dokter yang merawat papa datang berkunjung. Aku menanyakan kondisi papa dan apa tindakan yang akan dilakukan. Sebelum menjawab, dokter menghela nafas panjang. Aku tahu itu sebuah pertanyaan yang susah. Kita akan terus berusaha, kira-kira begitu arti dari helaan nafasnya.

Tak lama berselang, papa tiada. Mungkin itu jawaban dari doa-doa ku belakangan hari kemarin. Aku ikhlas papa pergi daripada melihat penderitaan dan penyakitnya. Sedih memang, tapi aku tahu itu yang terbaik buat papa.

Waktu semakin berlalu, meninggalkan semua cerita dan kenangan indah tentang papa. Senyuman dan canda tawanya kini sudah tiada lagi. Kadang aku masih sering merenung tentang apa yang telah kita lakukan bersama dimasa yang lalu. Biarkanlah itu hidup dalam hati.

Papa telah tiada, namun cita-cita, semangat dan nilai-nilai kehidupannya akan selalu menyertaiku. Aku telah berjanji kepada papa untuk meneruskan apa yang tertunda dengan segenap kemampuanku.

Selamat jalan papa, beristirahatlah dengan tenang dan damai. We love u...

NB: Terima kasih untuk semua yang telah membantu papa, dan mohon maaf atas semua kesalahan yang papa pernah lakukan.

Untuk istriku tercinta, aku minta maaf telah meninggalkanmu dan Ade’ seminggu lebih lamanya. Terima kasih telah memberikan aku waktu untuk melihat dan menjaga papa untuk terakhir kalinya.