Kamis, 19 Maret 2015

Selalu Disisiku

Sudah seminggu berlalu sejak Dia dan Gita pulang ke Bali untuk merawat ibunya yang sedang sakit. ”Hhmm..masih ada seminggu lagi ya”, begitu gumamku dalam hati. Pulang ke rumah, tak ada senyum dan pelukan hangat yang menyambutku di depan pintu. Tak ada yang menemaniku menikmati buah segar yang terhidang manis di meja makan mungil di belakang rumahku. Aku lalui malam dalam kesendirianku dengan menatap fotomu yang ada di handphone ku. Mata ku tak kunjung terpejam. Tergadang lagu sayup-sayup terdengar menemani dinginnya malam.

Ku hitung detik demi detik, memikirkan tentang kamu. Dapat kudengar suaramu di setiap detak jantungku, dapat kucium wangimu di setiap nafasku. Tak lama kemudian, akupun terlelap dalam renungan dalam.

Malam ini, aku hanya ingin memelukmu. Kehadiranmu benar-benar bermakna. Tanpamu aku hampa. Hatiku sudah terkunci dan tidak ada yang lain lagi. Aku hanya mau mencintaimu sepanjang hidupku.

Jam menunjukkan pukul 23.00 wib ketika aku terbangun dari renungan dan lamunanku. ”Hhmm..masih ada seminggu lagi ya”, kembali aku bergumam. Tapi aku akan menunggu waktu istimewa itu tiba karena aku tahu bahwa aku membutuhkan mu untuk selalu ada dan berjalan disampingku, selamanya 

Karena Dia Adalah Seorang Ibu

Air mata tiba-tiba mengalir deras dari kedua matanya. Tanpa berkatapun aku tahu apa yang sedang dia rasakan. Dia merasa sedih, aku pun lebih merasakan kesedihan itu. Aku tahu hatinya sedang bimbang. Disini, dia tidak bisa melepaskan tanggung jawabnya sebagai seorang ibu yang luar biasa, dimana anak-anak selalu membutuhkan belaian dan kasih sayangnya. Namun disisi lain nan jauh disana, ibunya juga membutuhkan kehadirannya. Tidak mungkin memilih mana yang diprioritaskan karena menurutku, semuanya adalah prioritas hidup kita.

Air mata tetap mengalir deras membasahi pipinya. Hanya pelukan hangat yang bisa aku berikan, berusaha menenangkan hatinya yang sedang resah. Dalam keheningan hati, aku berbisik, ”istriku, silahkan kamu dan Gita pulang 2 minggu ke Bali, Nara dan Aji akan di Jkt saja”.

Sempat tergurat keraguan diwajahnya. Namun aku berusaha meyakinkan bahwa aku dan Nara akan baik-baik saja disini. Untuk saat ini, merawat Ibu yang sedang terbaring lemah adalah yang harus diutamakan.

Akhirnya air matanya berhenti mengalir. Dia berkata ”baiklah, aku akan pulang”. Aku tahu itu bukan keputusan yang mudah, namun aku coba mencoba menjelaskan bahwa seorang ibu pasti mengharapkan kehadiran anaknya untuk ada disaat dia membutuhkan.

Aku yakin dia telah menjalankan perannya dengan sangat baik dan sempurna karena dia adalah seorang anak dan juga sekaligus seorang ibu yang sangat luar biasa untuk anak-anakku.