Senin, 11 April 2016

"Salju"

Hari masih masih gelap. Aku sudah bersiap untuk berangkat. Sayup-sayup masih bisa aku dengar doa melantun dari rumah ibadah di ujung sana.

Di dalam kamar, aku melihat 1 bidadari dan 1 malaikat kecil ku sedang tertidur dengan nyenyak. Perlahan aku cium mereka agar mereka tidak terbangun dari mimpi indahnya. Perlahan aku buka pintu dan masuk ke kamar Nara. Disana satu lagi malaikat ku juga sedang tertidur lelap.

Sambil berjalan ke tempat bus parkir, aku merenung. Betapa indahnya dunia dikelilingi oleh 1 bidadari dan 2 malaikat kecilku. Hmm..terbayang bagaimana lucu dan imutnya wajar mereka saat tidur.

Membelah jalanan Jakarta yang padat, akupun tiba di kantor. Mulai ku persiapkan peralatan kerjaku. Tiba-tiba telpon ku berbunyi. Ku buka pesan dari istriku. Sebuah foto yang sangat luar biasa.

Kedua malaikat kecilku sedang bermain ”salju” di kamar. Malaikat yang sangat imut ketika tertidur, memjadi malaikat yang sangat menggemaskan ketika bermain. Kamarpoun berubah menjadi putih, begitu juga bagian tubuh mereka.

Tak kuat aku menahan tawa dan mensyukuri nikmat karuniaNya. Mereka bermain bersama dan saling menyayangi. Mudah2an Nara dan Gita tetap menjadi kakak dan adik yang saling menyayangi, menajdi kebanggaan dan kebahagiaan Aji dan Ibu. : FI'>Tiba Nara masuk ke kamarnya dan memulai mengamil pensil dan buku gambarnya. Duduk dan tekun Nara mulai menggoreskan pensilnya.


Tadi pagi aku hendak berangkat ke kantor. Aku masuk ke kamarnya dan di meja aku temukan sebuah gambar. Ternyata Nara menceritakan tentang kematian Que Que dan menuliskan sebuah doa semoga Que Que selamat di surga.

Terharu aku membacanya. Tak lupa aku bersyukur dan memanjatkan doa semoga Nara tetap menjadi anak yang ceria, berempati tinggi dan tetap penuh dengan kasih sayang.

Terima kasih Que Que telah memberikan dan mengajarkan Nara untuk selalu menyayangi sesama ciptaan Tuhan walau hidupmu hanya sebentar. 



Que Que Kecil

Hari yang dinanti pun tiba. Anak-anak ayam itu muncul dari sayap ibunya menyapa. Empat ekor anak ayam telah menetas dari kandang kami yang mungil. Merdu terdengar suara manja anak-anak ayam itu memanggil ibunya.

Mulailah mereka menjejakkan kaki-kaki mungilnya, mengais-ngais mencari makan. Hitam, coklat dan kuning warna  anak ayam itu. Aku dan Nara mengamati tingkah polah ayam kecil itu. Begitu lucu dan menggemaskan. Bahkan Naralah yang membantu menurunkan anak-anak ayam itu dari sarangnya.

Hari berlalu kandang ayam ku semakin ramai oleh kicau burung dan tentu saja anak-anak ayam itu. Namun hal yang diluar dugaan terjadi. Induk ayam tersebut mematuk-matuk anaknya yang berwarna coklat seolah-olah meminta dia untuk menyingkir. Apakah karena anak ayam itu warnanya sama dengan anak ayam dari induk satunya? Entahlah aku tidak menemukan jawabannya.

Ketika hendak memberi makan, aku terkejut. Anak ayam coklat, yang diberi nama Que Que oleh Nara, tergeletak tak berdaya. Sedih dan penyesalan bercampur dalam dada. Kenapa aku tidak aku pisahkan saja anak ayam itu sejak awal? Namun aku tidak tega memisahkan dia dengan ibunya.

Alam sudah memutuskan. Que Que meninggalkan kami semua. Aku dan Nara menguburkan Que Que di halaman rumah. Nara memetik bunga dan menaburkan di atas gundukan tanah itu. Dari dalam rumah aku melihat dia mengatupkan tangan dan berdoa. Endah doa apa yang dia panjatkan kepada Tuhan.

Tiba Nara masuk ke kamarnya dan memulai mengamil pensil dan buku gambarnya. Duduk dan tekun Nara mulai menggoreskan pensilnya.

Tadi pagi aku hendak berangkat ke kantor. Aku masuk ke kamarnya dan di meja aku temukan sebuah gambar. Ternyata Nara menceritakan tentang kematian Que Que dan menuliskan sebuah doa semoga Que Que selamat di surga.

Terharu aku membacanya. Tak lupa aku bersyukur dan memanjatkan doa semoga Nara tetap menjadi anak yang ceria, berempati tinggi dan tetap penuh dengan kasih sayang.

Terima kasih Que Que telah memberikan dan mengajarkan Nara untuk selalu menyayangi sesama ciptaan Tuhan walau hidupmu hanya sebentar.