Rabu, 19 September 2018

Sheila on 7


Sempat sedih juga setelah tahu kalau Jumat, 14 September 2018 lalu Sheila on 7 mengadakan konser di Balai Sarbini Jakarta. Sedih kenapa aku tidak tahu sehingga tidak bisa ikut merasakan langsung aura keceriaan konser tersebut. Walau akhirnya bisa menonton via youtube, tetap saja auranya berbeda.Bagiku, Sheila on 7 (So7) bukan hanya sebuah group band dengan lagu-lagu hitsnya.Mereka adalah bagian dari sejarah perjalanan hidupku.

Tahun 1999 aku memutuskan untuk kuliah di Depok, jauh dari keluarga tercinta dan teman sepermainan. Semasa awal aku tinggal di asrama adalah masa-masa terberatku. Dengan jumlah kamar sekitar 400, asrama pada saat itu hanya dihuni sekitar 30-40 orang mahasiswa baru dari berbagai wilayah di Indonesia. Mahasiswa lama dan mahasiswa baru hasil UMPTN belum masuk.

Sebulan pertama, aku harus mengikuti kuliah matrikulasi di kampus Salemba. Berangkat pagi bersama teman-teman baru, balik pada siang hari ke asrama. Masuk ke kamar tanpa televisi, handphone atau perangkat hiburan lainnya. Hanya ditemani sebuah radio dan alat pemutar lagu kaset (tape). Saat hari masih terang, aku bisa menghabiskan waktu untuk menghilangkan rasa kangenku dengan melamun di danau, melihat orang mancing. Malam hari adalah saat yang aku paling takuti. Sepi dan tidak ada yang bisa aku lakukan untuk sekedar mengusir rasa gundahku.

Mulai ku ambil galon kosong. Kupukul dan kunyanyikan sebuah lagu dari So7. Suaraku memecah kehengingan malam, mengisi ruang hampa asramaku. Yang aku lakukan hanya bernyanyi, sambil menepuk galon hingga aku lelah dan tertidur. Besok, aku ulangi,ulangi lagi dan lagi. Dan lagu So7 selalu jadi peneman malam-malam sepiku.

Akhirnya aku berhasil bertahan. Asrama mulai penuh dihuni dan kegiatan kuliahku mulai mengisi hari-hariku. Kesibukan mulai bisa membuatku menjauh dari rasa kangenku. Sekarang, aku masih berdiri disini. Lagu-lagu So7 telah menjadi penjaga dan pengisi hari-hari dan masa-masa sepiku dulu. Saat menonton konser itu, aku biarkan pikiranku melayang bebas. Kubiarkan persaanku menyatu ke masa lalu sampai puas. Selama 2 jam 40 menit lebih aku menyaksikan konser tersebut via handphone. Aku tersenyum.

Terima kasih So7 telah menjadi peneman hari-hari sepiku dan membuatku masih tetap berdiri disini sampai hari ini. Semoga suatu saat nanti, aku bisa menyaksikan secara langsung mereka bersenandung dan membuat aku bergoyang dayung.



Dear BALI


Dear BALI
Siang itu aku berjalan menyusuri jalanan mu yang sempit dan ramai.
Berbagai jenis orang, warna kulit dan rambut dapat aku temui disana.
Namun ada satu kesamaan yang aku lihat.
Mereka sedang menikmatimu bahagia.
Semakin jauh aku berjalan, semakin ramai aku temui.
Jalanan padat yang dipenuhi oleh manusia dan kendaraan yang lalu lalang tidak serta merta membuat pengendara menyalakkan klaksonnya tajam.
Santai seperti di pantai, kata mereka.
Bau semerbak bunga dan dupa memenuhi bumi.
Semakin dalam kuhirup, semakin tenang kurasa.
Senyum mengembang setiap kusapa, entah siapa mereka.
Bali, kamu akan selalu dihati.
Tempat dimana setiap orang bisa bersantai dan menyatu dengan alam dan budayanya.
Tempat bagi semua orang yang mencintai sesama dan selalu mensyukuri segala nikmat dan karuniaNya.
BALI, aku pasti akan kembali.