Sabtu, 19 Januari 2019

We Are The World

Dalam perjalanan di bus, sering aku aku nikmati dengan nonton film, dengar musik atau sekedar lihat video di youtube. Aku menemukan video musik dengan judul “We Are The World” yang waktu itu didedikasikan untuk korban gempa Haiti.

Lebih dari 20 penyanyi internasional dengan berbagai latar belakang, warna suara dan genre musik bergabung untuk mendukung program donasi melalui lagu. Kagum akan apa yang mereka lakukan. Kagum karena mereka bisa bersatu dalam keragaman dengan satu tujuan untuk menolong sesama tanpa melihat latar belakang orang yang akan dibantunya.

Tadi pagi Nara minta uang untuk donasi korban bencana alam di Banten. Aku menanyakan berapa yang dia mau sumbangkan tapi katanya serelanya. Akhirnya aku berikan Nara 50 ribu untuk disumbangkan.

Terima kasih Sekolah Alam Cikeas telah mengajarkan Nara untuk mulai berempati dan bersimpati terhadap sesama. Itu memang harus dilatih sejak dini dan itu juga menjadi pengingat untuk aku sebagai orang tua untuk tidak lupa memberi. Besar atau kecil bukan masalah. Yang terpenting adalah mari kita mulai memberi untuk dunia yang lebih baik bagi semua.

Tempat Yang Lebih Baik Untuk Semua

Hari cuti adalah hari yang paling menyenangkan karena hari itu aku bisa kumpul seharian bersama keluarga tercintaku. Namun ada hal lain yang membuat hari cuti lebih spesial adalah aku bisa mengantar jemput anak-anak ke sekolah.

Si kecil paling suka diantar jemput naik motor dan selalu meminta untuk melewati jalan-jalan sempit di kampung yang masih hijau dan rindang sedangkan Si Besar tidak punya kendaraan favorit. Yang penting dijemput.

Sebelum jam pulang sekolah, aku biasanya sudah nongkrong di sekolah. Melamun, mengamati dan kembali ke masa-masa ketika aku seumur mereka. Sekolah dan bermain, hanya itu yang anak-anak tahu. Tidak ada sekat dan tembok antara mereka. Sangat murni, lucu dan menggemaskan.

Sering aku senyum-senyum sendiri melihat tingkah polah mereka ketika berbaris, bermain, maupun bercanda dengan teman-temannya. Betapa indahnya dunia mereka.

Semoga mereka bisa tetap seperti “anak-anak” saat mereka dewasa nanti, tanpa sekat dan murni dalam pertemanan dan hubungan dengan sesama. Semoga kita bisa selalu menghargai orang lain, jangan pernah lelah untuk berbuat baik kepada ciptaanNya dan mencintai alam semesta. Bersama kita wujudkan dunia tempat yang lebih baik untuk semua. 

Keluarga Cemara

Keluarga Cemara. Film ini sudah ada sejak aku kecil. Namun hanya lagunya saja yang berbekas dalam ingatanku yang sudah mulai menua dan memudar ini. Jalan ceritanya? Hanya sekelebat bayangan terbang menghilang.

Kemarin, aku sempet menonton film versi terbarunya di bioskop. Sebelum nonton, aku sudah diwanti-wanti untuk sedia tissue sebelum meleleh. Tapi ya sudahlah, maju terus pantang mundur.

Ruangan mulai meredup, film dimulai. Sambil menikmati ceritanya, sedikit demi sedikit aku menggali ingatanku akan cerita film ini masa lalu untuk mendapat gambaran besarnya. Tapi apa daya, hanya sedikit yang tersisa.

Mulai terhanyut akan jalan cerita yang penuh nilai dan makna. Segala emosi menyatu sempurna dalam cerita itu. Ceria, sedih, perjuangan hidup dan saling mendukung antar anggota keluarga semua tertuang rapi dan menggambarkan realitas hidup keluarga di Indonesia, menurutku.

Aku mencoba membayangkan jika aku berada dalam posisi kepala keluarga cemara itu (Abah), apakah aku kuat? Apakah aku sanggup memikul beban semua anggota keluarga? Ada rasa takut, ada rasa khawatir menyelimuti kalbu.

Tapi sesuai dengan ide besar dari film itu, kekhawatiran dan ketakutanku perlahan sirna. Aku membayangkan wajah istri dan anak-anakku yang selalu ada untukku. Keluarga adalah harta yang paling berharga. Keluarga adalah istana yang paling berharga.

Saat malam tiba, satu persatu aku lihat wajah mereka tidur lelap. Diwajah merekalah aku melihat harta dan istana paling berhargaku. Mereka yang tidak pernah mengeluh dan tidak lupa mengucap syukur akan karunia yang Tuhan berikan. Kewajiban keluarga adalah berat, biar aku saja. Hak kalian hanya kebahagian dan kebahagian kalian adalah kebahagiaan ku juga.

Sekarang, apakah aku masih takut? Masih. Karena takut membuat kita tetap hidup. Namun takutku jauh lebih kecil dan berkurang karena kalian yang selalu ada untukku dan  merupakan harta dan istana paling berharga dalam hidupku.