Kamis, 03 September 2009

Gempa Bumi

Selasa pagi cuaca masih terlihat mendung. Ini mungkin sisa awan hujan yang kemarinnya deras membasahi Jakarta. Hawa masih terasa dingin menusuk. Tidak ada tanda-tanda akan terjadinya suatu bencana.

Aku masih duduk di depan meja kerjaku bercengkrama dengan beberapa kawan, asyik mendiskusikan temuan audit mengenai suatu transaksi. Temuan selesai kita bahas, tiba-tiba kursi dan meja terasa bergoyang. Semakin lama semakin keras. ”Gempa”, begitu teriak rekan-rekan kerjaku. Aku mencoba tenang. Namun goncangan (7,3 SR) semakin lama semakin keras dan berlangsung dalam waktu yang lebih lama dari gempa yang dulu pernah rasakan.

Mual dan rasa takut menjadi satu. Aku hanya bisa tertunduk di meja kerjaku. Sambil berdoa, aku teringat wajah anak dan istriku. Apa kabarnya mereka? Ketakutan semakin memuncak kala goncangan tak kunjung berhenti. Pasrah, hanya itu yang bisa aku lakukan.

Setelah sekian lama, goncangan mereda, aku dan rekan-rekan seruangan mulai berhamburan turun. Mencari jalan yang paling cepat untuk keluar dari gedung. Sesampai di bawah aku berusaha menghubungi anak dan istriku. Tapi tidak bisa. Panik mulai menyerang kembali. Bagaimana keadaan mereka?

Syukur tiba-tiba ponsel ku berbunyi. Oh itu kabar dari istriku. Satu kecemasan hilang. Dia baik-baik saja. Namun gimana kabar anakku? Tak berapa lama kemudian, istriku mengabarkan kalau Nara dan Mbak Sum baik-baik saja. Hilang semua kekhawatiran.

Bergegas aku pulang ke rumah. Melihat senyum mereka berdua, bahagia rasanya. Terima kasih Tuhan, aku masih diberi waktu untuk menyayangi dan melihat mereka berdua. Dua orang yang sangat aku cintai yang telah memberikanku semangat dan kekuatan.

Tidak ada komentar: