Sudah beberapa hari ini jalanan selalu padat merayap. Butuh waktu lebih lama untuk tiba di kantor. Bus yang aku tumpangi pun semakin padat. Hari ini aku heran kenapa bus yang berhenti di hadapanku ini masih menyediakan banyak kursi kosong ya?
Aku mulai memilah-milah kursi mana yang aku pilih untuk duduk. Aku mendapat sebuah kursi kosong disebelah lorong. Bus melaju dengan lambat karena jalanan relatif ramai. Sepanjang jalan banyak juga penumpang yang naik sehingga lambat laun kursi kosong sudah tidak tersisa lagi.
Sampai tiba pada halte terakhir sebelum bus masuk jalan bebas hambatan menuju kota Jakarta tercinta. Ternyata banyak ibu-ibu yang naik dan tidak kebagian tempat duduk. Mereka mulai mencari posisi untuk berdiri yang nyaman karena perjalanan akan memakan waktu yang tidak sebentar. Hati kecilku berontak. Aku tidak tega melihat ibu-ibu itu berdiri. Aku mempersilahkan salah seorang ibu untuk duduk di kursiku. Sebenarnya ada 2 alasan utama kenapa aku melakukannya.
Pertama adalah karena darah orang timur yang masih mengalir deras dalam tubuhku memintaku untuk memperlakukan wanita dalam posisi yang lebih terhormat, dalam hal ini tidak berdiri dalam bus. Walau emansipasi dipekikkan setiap saat, namun hati mengatakan bahwa tenagaku lebih kuat untuk berdiri dibanding dengan mereka.
Yang kedua yaitu aku juga ingin istriku diperlakukan sama oleh orang (khususnya kaum laki-laki) jika saat dia sedang naik bus dan tidak memperoleh tempat duduk. Aku tidak mau dia lelah berdiri dengan beban tas kerja dan tas ASI untuk Nara tercinta yang menggelayut manja di bahu kecilnya.
Bus melaju dengan kencang karena sudah melewati titik macet terakhir di daerah kuningan. Aku pun turun dan siap untuk melakukan aktivitasku dengan hati yang lega dan iklas. Hhhmmm...indahnya.
Aku mulai memilah-milah kursi mana yang aku pilih untuk duduk. Aku mendapat sebuah kursi kosong disebelah lorong. Bus melaju dengan lambat karena jalanan relatif ramai. Sepanjang jalan banyak juga penumpang yang naik sehingga lambat laun kursi kosong sudah tidak tersisa lagi.
Sampai tiba pada halte terakhir sebelum bus masuk jalan bebas hambatan menuju kota Jakarta tercinta. Ternyata banyak ibu-ibu yang naik dan tidak kebagian tempat duduk. Mereka mulai mencari posisi untuk berdiri yang nyaman karena perjalanan akan memakan waktu yang tidak sebentar. Hati kecilku berontak. Aku tidak tega melihat ibu-ibu itu berdiri. Aku mempersilahkan salah seorang ibu untuk duduk di kursiku. Sebenarnya ada 2 alasan utama kenapa aku melakukannya.
Pertama adalah karena darah orang timur yang masih mengalir deras dalam tubuhku memintaku untuk memperlakukan wanita dalam posisi yang lebih terhormat, dalam hal ini tidak berdiri dalam bus. Walau emansipasi dipekikkan setiap saat, namun hati mengatakan bahwa tenagaku lebih kuat untuk berdiri dibanding dengan mereka.
Yang kedua yaitu aku juga ingin istriku diperlakukan sama oleh orang (khususnya kaum laki-laki) jika saat dia sedang naik bus dan tidak memperoleh tempat duduk. Aku tidak mau dia lelah berdiri dengan beban tas kerja dan tas ASI untuk Nara tercinta yang menggelayut manja di bahu kecilnya.
Bus melaju dengan kencang karena sudah melewati titik macet terakhir di daerah kuningan. Aku pun turun dan siap untuk melakukan aktivitasku dengan hati yang lega dan iklas. Hhhmmm...indahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar