Minggu, 09 Juni 2019

Sendiri

Seperti tahun-tahun sebelumnya, momen lebaran aku gunakan untuk bersilaturahmi dengan beberapa sahabat dan kerabat. Senang rasanya masih bisa berbagi keceriaan dan kebahagiaan lebaran bersama.

Dari cerita masa lalu sampai cerita tidak jelas mengalir lancar tanpa ada sekat. Kadang saling hina dan mencemooh merupakan bumbu yang tidak bisa terlewatkan. “Bud, lu ga mau nambah anak lagi? Udah tua ntar sepi dan sendiri loh”, begitu kawanku bertanya.

Kucoba membuka kue putri salju yang masih tersimpan rapat di dalam toplesnya dan masih terplester. “Kamu tahu kenapa pintu masuk ke Pura dibuat kecil dan hanya muat untuk satu orang?” begitu aku bertanya kepadanya.

Dengan tatapan heran, dia hanya menggelengkan kepala seperti tari India. “Pintu masuk Pura itu adalah simbol. Simbol dimana saat tiba waktunya kita menghadap Sang Kuasa, kita hanya sendiri tanpa ada yang menemani apakah itu teman, anak, saudara, harta benda dan hal-hal duniawi lainnya. Hanya amal dan karma yang setia menemani kita. Jadi intinya pada saatnya kita akan sendiri juga”, begitu aku mencoba menjawab pertanyaannya.

Ternyata toples kue salju itu di plester dengan sangat erat dan temanku hanya tertawa melihatku masih berusaha membukanya, hahahahaha 


Kamis, 06 Juni 2019

Kewajiban

Suatu hari seorang sahabat yang baru menikah berkunjung ke rumahku. Dia datang dengan istrinya yang sekelebat mirip dengan Luna Maya.

“Apa kabar, sahabat?” begitu aku membuka pembicaraan. Obrolan mengalir ditemani sepiring pisang goreng dan secangkir kopi 3 in 1. “Anak-anakmu udah pada gede-gede ya Mas Bud, cewe semua lagi. Senang nanti kalau udah tua ada yang ngurusin dan jagain. Aku juga kalau nanti punya anak, pengennya punya anak cewe”, begitu dia panjang berceloteh.

Ku ambil sepotong pisang goreng yang masih berasap. “Kita yang menginginkan mereka lahir ke dunia. Kita yang wajib merawat, mendidik dan membesarkan mereka. Kewajibanku sebagai ayah purna begitu mereka menikah”.

Sambil mengunyah pisang goreng, kuteruskan penjelasanku. “Kamu tahu kenapa aku dan istri membuat rumah yang simpel dan mudah diurus? Ini untuk masa tuaku nanti. Sejak sekarang, aku mulai menata hati dan pikiran untuk tidak membebani anak-anakku dengan “kewajiban” seorang anak. Bagiku, anak tidak punya kewajiban kepada orang tua karena mereka tidak berutang kepada ku. Begitu mereka menikah, mereka punya kewajiban terhadap keluarga mereka masing-masing. Pengharapan akan balas budi itu yang akan membuat kita nanti menderita”.

“Aku yang berhutang kepada mereka karena sudah menjadikan ku seorang ayah, peran yang sangat aku syukuri. Tanpa mereka, maka tidak akan ada diriku sebagai seorang ayah. Akan aku jaga dan genggam erat tangan mereka sampai tiba saatnya mereka siap aku lepaskan”, begitu aku menutup penjelasanku.

Aku melihat aura yang sedikit marah di wajah sahabatku itu. Akupun bertanya kenapa dia marah? Dia menjawab “kamu meminum kopi dari cangkir ku”

Lalu kami pun tertawa bersama, hahahhaha

Rabu, 05 Juni 2019

Persamaan

Disebuah warung kopi kecil di sudut kota, seorang teman bertanya kepadaku. "Bro, kamu ga takut anakmu bingung mengenai agama?" "maksudnya?" aku kembali bertanya.

"Di sekolah dia ikut pelajaran agama Budha. Trus ikutan ramadhan camp. Natalan, kamu memutar lagu-lagu natal di rumah. Khan beda-beda ajarannya", begitu dia menjelaskan.

Aku hanya tersenyum mendengar pertanyaannya. "Begini", aku memulai pembicaraan. "aku membiarkan dia untuk mempelajari ajaran agama lain agar dia bisa menemukan persamaan dan bukan fokus pada perbedaan. Persamaan bahwa setiap agama mengajarkan kebaikan, mencintai segenap ciptaanNya dan selalu mensyukuri semua karuniaNya".

"Keyakinan akan nilai-nilai baik itu yang aku harapkan bisa dia temukan dan menjadi pegangan hidupnya kedepan", begitu aku menutup penjelasanku.

Lalu kamipun tertawa bersama, hahahaha