Kamis, 06 Juni 2019

Kewajiban

Suatu hari seorang sahabat yang baru menikah berkunjung ke rumahku. Dia datang dengan istrinya yang sekelebat mirip dengan Luna Maya.

“Apa kabar, sahabat?” begitu aku membuka pembicaraan. Obrolan mengalir ditemani sepiring pisang goreng dan secangkir kopi 3 in 1. “Anak-anakmu udah pada gede-gede ya Mas Bud, cewe semua lagi. Senang nanti kalau udah tua ada yang ngurusin dan jagain. Aku juga kalau nanti punya anak, pengennya punya anak cewe”, begitu dia panjang berceloteh.

Ku ambil sepotong pisang goreng yang masih berasap. “Kita yang menginginkan mereka lahir ke dunia. Kita yang wajib merawat, mendidik dan membesarkan mereka. Kewajibanku sebagai ayah purna begitu mereka menikah”.

Sambil mengunyah pisang goreng, kuteruskan penjelasanku. “Kamu tahu kenapa aku dan istri membuat rumah yang simpel dan mudah diurus? Ini untuk masa tuaku nanti. Sejak sekarang, aku mulai menata hati dan pikiran untuk tidak membebani anak-anakku dengan “kewajiban” seorang anak. Bagiku, anak tidak punya kewajiban kepada orang tua karena mereka tidak berutang kepada ku. Begitu mereka menikah, mereka punya kewajiban terhadap keluarga mereka masing-masing. Pengharapan akan balas budi itu yang akan membuat kita nanti menderita”.

“Aku yang berhutang kepada mereka karena sudah menjadikan ku seorang ayah, peran yang sangat aku syukuri. Tanpa mereka, maka tidak akan ada diriku sebagai seorang ayah. Akan aku jaga dan genggam erat tangan mereka sampai tiba saatnya mereka siap aku lepaskan”, begitu aku menutup penjelasanku.

Aku melihat aura yang sedikit marah di wajah sahabatku itu. Akupun bertanya kenapa dia marah? Dia menjawab “kamu meminum kopi dari cangkir ku”

Lalu kami pun tertawa bersama, hahahhaha

Tidak ada komentar: