Entah sudah beberapa kali aku menonton film ini. Yang
pasti lebih dari 5 kali. Judul film ini adalah “The Greatest Showman”. Dari
sekian kali menontonnya, hanya sekedar lewat, menikmati musical dan
lagu-lagunya. Tidak ada yang special hanya film ini bagus saja.
Suatu hari aku terserang flu di akhir tahun. Untuk
mempercepat pemulihan, aku memutuskan untuk istirahat di rumah. Kebetulan film
di TV bagus juga, “The Greatest Showman”. Kembali kunikmati detik demi
detiknya.
Inti ceritanya bagaimana seorang ayah menggapai
mimpi dan membuktikan dirinya kalua dia bisa melakukan apa saja, membuat bangga
keluarga dan membuktikan pada dunia. Acara demi acara, konser demi konser dia
jalani sampai dia menggapai kesuksesan tertinggi dan menggenggam dunia. Namun
ada yang terlewatkan, yaitu keluarganya.
Keluarganya selalu ada dalam segala keadaan.
Keluargannya selalu saling dukung dalam segala kesusahaan. Tapi demi mencapai
puncak, dia mengabaikannya. Dari sekian kali menonton, baru kali ini aku dapat
meresapi apa pesan tersirat dari film ini. Aku tertegun.
Dia ”dihukum”. Hartanya habis terbakar dan
keluarganya ”berantakan”. Dibantu oleh teman-temannya, dia mulai menata
kehidupan baru, baik di pekerjaan dan kehidupan keluarganya. Sampai semua
kembali bahagia seperti semula walau dengan harta ala kadarnya.
Kadang Tuhan memberikan nasehatnya dengan cara
yang tidak biasa. Melalui film itu, aku merasa Tuhan sedang mengajarkan bagaimana
Tuhan mengingatkan kembali umatnya. Di ”ambilah” harta bendanya, dihempaskan
dia ke titik terbawah sampai dia kembali tersadar akan peran dia sebagai
manusia, sebagai ayah dan sebagai umat Tuhan.
Disana aku kembali tersadar. Aku semakin
mensyukuri segala karunia yang telah Tuhan berikan. Kembali aku teringat pesan yaitu
jangan risaukan karunia yang belum kau peroleh, tapi risaukan karunia yang belum
kau syukuri.
Aku sudah memiliki segalanya dan harta yang paling
berharga di dunia yaitu keluargaku. Sebagai manusia dan ayah, aku pasti masih
sering berbuat salah. Namun aku hanya berharap, semoga Tuhan ”menghukumku”
dengan kasih sayangNya bukan dengan keadilanNya.