Sabtu, 21 September 2019

BJ Habibie

Bendera setengah tiang berkibar seantero Indonesia, pertanda bangsa sedang berduka. Kita dengan ikhlas melepas salah satu putra kabanggaan dan terbaik dengan jasa yang luar biasa bagi Indonesia.

Waktu itu usiaku baru menginjak 19 tahun. Sidang istimewa tahun 1999 menolak pertanggungjawaban beliau sebagai Presiden yang telah mampu membawa Indonesia keluar dari krisis ekonomi. Walau aku belum melek politik dan mengerti betul ekonomi, tapi aku merasa Habibie diperlakukan tidak adil. Semua keberhasilannya dinihilkan.

Sewaktu menjadi menteri, beliau sudah menjadi panutan karena kecerdasan dan cinta tanah air. Sewaktu Nara merasa minder karena tidak bisa juga bilang huruf “R”, aku memotivasi Nara dengan merujuk pada BJ Habibie yang juga tidak bisa bilang “R” (cadel).

Hari ini, aku benar-benar berduka. Belum pernah kurasakan kesedihan kehilangan tokoh bangsa seperti ini. Kisah kesetiaan dan cinta beliau kepada istri tercinta yang berpulang terlebih dulu juga menjadi panutanku. Aku belajar, seperti itulah harusnya menjadi laki-laki.

Banyak petuah-petuah yang menjadi panutanku khususnya bagaimana untuk menjadi suami terbaik dan menjaga cinta sejati.

Selamat jalan Pak. Istirahatlah dengan tenang..



Minggu, 01 September 2019

Masih Seperti Yang Dulu

Sayang....
Walau mungkin tubuhmu tak secantik dulu
Kakimu tak sexy lagi
Payudaramu pun tak kencang lagi
Bahkan mungkin aroma tubuhmu terkadang tak menggairahkan

Tapi sayang...
Cintaku masih seperti dulu
Bahkan bertambah
Sayangku tetap sama
Bahkan lebih besar
Senyumku masih tetap ada
Tak akan berubah

Tahukah kamu,sayang?
Hanya fisikmu yang berubah
Tapi aku yakin hatimu, perasaanmu, pengabdianmu
Seumur hidupmu tidak akan berubah

Sayang
Mungkin di luar sana banyak wanita cantik
Yang beraroma menggairahkan, yang sedap dipandang
Tapi adakah yang seperti kamu?
Yang selalu ada untukku, bagaimanapun aku
Di luar sana banyak gadis muda yang lebih menantang untuk didapatkan
Tapi sama kah seperti kamu?
Yang siap menghadapi kehidupan pahit dan sulit bersamaku

Ingatlah sayang...
Saat kita berjuang bersama
Saat kita menangis bersama
Hanya kita berdua yang tahu
Hanya kita berdua yang rasa

Sayang...
Jika suatu saat ada yang menawarkanku gairah yang lebih indah
Percayalah, kamu pernah memberiku gairah yang sama
Jika suatu saat ada yang menggoda mataku untuk sebuah keindahan
Percayalah, kamu pun pernah sangat indah untuk ku pandang
Kamu pernah dan tetap menjadi yang teristimewa
Kamu pernah dan tetap menjadi sosok yang aku perjuangkan
Kamu pernah dan selalu mengisi mimpi-mimpiku
Tidak pernah berpikir untuk mencari penggantimu
Tak ada yang bisa mencintaiku sepertimu

Tetaplah bersamaku
Pegang selalu tangan ku
Menualah bersamaku... 

Hari Yang Akan Ku Kenang

Mataku menerawang jauh. Dengan earphone terpasang, kudengarkan lagu itu. Semakin kuresapi, semakin tidak siap rasanya hati ini.
Waktu seperti berlari dan tidak pernah kembali. Tiba-tiba tampak kedua putriku tumbuh besar. Ahh....baru kemarin rasanya.
Malam kemarin kubiarkan mereka tidur di bahuku. Ku tarik nafas perlahan dan kusyukuri nikmat ini. Aku tahu tak bisa selamanya aku memiliki dan memegang tangannya. Kelak, aku akan sendiri.
Tapi paling tidak, aku punya hari-hari yang akan ku kenang. Jika saat itu tiba dan aku harus menangis, maka akan kubiarkan dia mengalir dan dengan itu akan ku katakan pada dunia kalau aku bahagia....
#beautifulinwhite



Beautiful In White


Kadang kalau aku ingat kembali waktu itu, aku tersenyum. Bagaimana aku bisa punya keberanian untuk sekedar menyapa dan meminta nomor handphonenya. Jantungku berdegup cepat, kaki bergetar hebat. Entah dia tahu atau tidak ketakutan yang aku rasa, serasa tak mampu bicara
Tepat 9 bulan kemudian, dia menjadi pendamping hidupku. Aku sudah menemukan kepingan yang hilang dalam pencarianku. Sejak saat itu, setiap waktu yang aku jalani akan abadi, begitu juga rasa sayangku. Satu demi satu aku lalui bersama, sampai ujung dunia
Kubayangkan kedua putri ku, mereka memiliki tatapan mata sepertinya. Berharap mereka akan menemukan cinta dan kasih sayang seperti yang aku alami, merelakan mereka menuju pelaminan dengan aku sebagai pendampingnya. Saat itu tiba, entah apakah aku bisa menahan air mata atau sekedar berkata. Namun yang pasti, aku akan sangat bahagia. Mereka akan cantik dan anggun seperti ibunya



Sabtu, 13 Juli 2019

11 Tahun Bersamamu

“Lihat, rambutku semakin memutih dan tumbuh uban dimana-mana. Lihat, ukuran bajuku sekarang” Begitu ucapan yang berulang kali. Kadang aku dengar, sering kali aku cuekin. Tiba-tiba dia muncul tepat di depan mukaku yang sedang asyik menikmati cerita dari buku yang baru aku beli.
“Orang diajak ngomong malah ga jawab”, ucapnya manja. Hmm.. aku meletakkan buku dan mengambil sepotong roti bakar. Ku kunyah roti itu dengan perlahan sambil ku seruput teh hijau yang masih mengepul.
“Sejak aku kenal sama kamu dan memintamu untuk menemaniku, sudah banyak perubahan, perjuangan dan pengorbanan yang sudah kamu lakukan. Memberi, mengasuh dan mendidik 2 anak yang luar biasa, mendukung saat kakiku terasa lelah & lemah dan lebih bahagia saat aku bahagia. Nikmat mana lagi yang aku dustakan ferguso?”
“Nanti kalau ubanku makin banyak dan bajuku makin lebar gimana?” Ucapan itu meluncur cepat melesat. Lalu akupun menimpali “usia tidak bisa dilawan. Selama kita diberi kehidupan, dia akan tetap berjalan. Tapi ada satu hal yang bisa aku pastikan bahwa saat rambutmu jadi putih semua, bajuku bisa kamu pake, sayangku tidak akan berubah. Aku akan tetap menjadi orang yang paling mencintaimu”
“Aku selalu menikmati saat-saat merajut hari-hari bersamamu, sampai waktu berlalu. Biar hari ini selalu menjadi milik kita.  Besok saat kita tua, aku masih ingin memijat kaki dan punggungmu dan memastikan kamu masih bisa tertidur lelap. Saat hawa dingin menyerang dan panas menyengat, aku pastikan kita akan jalani bersama dan saling menopang”
Happy 11th anniversary. Saat kamu merasa sudah tidak ada lagi orang yang menyayangi dan mencintaimu, itu artinya aku sudah tidak ada di dunia ini lagi dan sampai jumpa di kehidupan yang lain. Tapi sekarang, mari kita menua dan tertawa bersama, hahahahaha….


Minggu, 09 Juni 2019

Sendiri

Seperti tahun-tahun sebelumnya, momen lebaran aku gunakan untuk bersilaturahmi dengan beberapa sahabat dan kerabat. Senang rasanya masih bisa berbagi keceriaan dan kebahagiaan lebaran bersama.

Dari cerita masa lalu sampai cerita tidak jelas mengalir lancar tanpa ada sekat. Kadang saling hina dan mencemooh merupakan bumbu yang tidak bisa terlewatkan. “Bud, lu ga mau nambah anak lagi? Udah tua ntar sepi dan sendiri loh”, begitu kawanku bertanya.

Kucoba membuka kue putri salju yang masih tersimpan rapat di dalam toplesnya dan masih terplester. “Kamu tahu kenapa pintu masuk ke Pura dibuat kecil dan hanya muat untuk satu orang?” begitu aku bertanya kepadanya.

Dengan tatapan heran, dia hanya menggelengkan kepala seperti tari India. “Pintu masuk Pura itu adalah simbol. Simbol dimana saat tiba waktunya kita menghadap Sang Kuasa, kita hanya sendiri tanpa ada yang menemani apakah itu teman, anak, saudara, harta benda dan hal-hal duniawi lainnya. Hanya amal dan karma yang setia menemani kita. Jadi intinya pada saatnya kita akan sendiri juga”, begitu aku mencoba menjawab pertanyaannya.

Ternyata toples kue salju itu di plester dengan sangat erat dan temanku hanya tertawa melihatku masih berusaha membukanya, hahahahaha 


Kamis, 06 Juni 2019

Kewajiban

Suatu hari seorang sahabat yang baru menikah berkunjung ke rumahku. Dia datang dengan istrinya yang sekelebat mirip dengan Luna Maya.

“Apa kabar, sahabat?” begitu aku membuka pembicaraan. Obrolan mengalir ditemani sepiring pisang goreng dan secangkir kopi 3 in 1. “Anak-anakmu udah pada gede-gede ya Mas Bud, cewe semua lagi. Senang nanti kalau udah tua ada yang ngurusin dan jagain. Aku juga kalau nanti punya anak, pengennya punya anak cewe”, begitu dia panjang berceloteh.

Ku ambil sepotong pisang goreng yang masih berasap. “Kita yang menginginkan mereka lahir ke dunia. Kita yang wajib merawat, mendidik dan membesarkan mereka. Kewajibanku sebagai ayah purna begitu mereka menikah”.

Sambil mengunyah pisang goreng, kuteruskan penjelasanku. “Kamu tahu kenapa aku dan istri membuat rumah yang simpel dan mudah diurus? Ini untuk masa tuaku nanti. Sejak sekarang, aku mulai menata hati dan pikiran untuk tidak membebani anak-anakku dengan “kewajiban” seorang anak. Bagiku, anak tidak punya kewajiban kepada orang tua karena mereka tidak berutang kepada ku. Begitu mereka menikah, mereka punya kewajiban terhadap keluarga mereka masing-masing. Pengharapan akan balas budi itu yang akan membuat kita nanti menderita”.

“Aku yang berhutang kepada mereka karena sudah menjadikan ku seorang ayah, peran yang sangat aku syukuri. Tanpa mereka, maka tidak akan ada diriku sebagai seorang ayah. Akan aku jaga dan genggam erat tangan mereka sampai tiba saatnya mereka siap aku lepaskan”, begitu aku menutup penjelasanku.

Aku melihat aura yang sedikit marah di wajah sahabatku itu. Akupun bertanya kenapa dia marah? Dia menjawab “kamu meminum kopi dari cangkir ku”

Lalu kami pun tertawa bersama, hahahhaha

Rabu, 05 Juni 2019

Persamaan

Disebuah warung kopi kecil di sudut kota, seorang teman bertanya kepadaku. "Bro, kamu ga takut anakmu bingung mengenai agama?" "maksudnya?" aku kembali bertanya.

"Di sekolah dia ikut pelajaran agama Budha. Trus ikutan ramadhan camp. Natalan, kamu memutar lagu-lagu natal di rumah. Khan beda-beda ajarannya", begitu dia menjelaskan.

Aku hanya tersenyum mendengar pertanyaannya. "Begini", aku memulai pembicaraan. "aku membiarkan dia untuk mempelajari ajaran agama lain agar dia bisa menemukan persamaan dan bukan fokus pada perbedaan. Persamaan bahwa setiap agama mengajarkan kebaikan, mencintai segenap ciptaanNya dan selalu mensyukuri semua karuniaNya".

"Keyakinan akan nilai-nilai baik itu yang aku harapkan bisa dia temukan dan menjadi pegangan hidupnya kedepan", begitu aku menutup penjelasanku.

Lalu kamipun tertawa bersama, hahahaha


Jumat, 19 April 2019

Nikmat KaruniaNya

Kuterima KaruniaNya, Kunikmati apa yang ada dan Kusyukuri semuanya


Ultah Ke-5 Gita

Sudah sebulan ini kita merencanakan untuk mendaki dan menikmati indahnya Gunung Gede Panggrango di Jawa Barat. Perlengkapan sudah siap dan waktunya berangkat.

Kebetulan kita akan mendaki tanggal 6-7 April dimana tanggal 7 April adalah ulang tahun Gita yang ke-5. Aku minta tolong ke teman-teman rombongan kalau habis sarapan, kita mau tiup lilit dan menyanyikan lagu ulang tahun untuk Gita.

Waktunya tiba dan kejutan!!!. Sebuah roti dan lilin ala kadarnya tersaji di depan Gita. Dia malu tapi aku bisa melihat kalau dia bahagia dan suka dengan kejutannya.

Sangat spesial dan karunia yang luar biasa bisa merayakan ulang tahun di ketinggian 2.756 mdpl (Alun-alun Surya Kencana). Aji dan Ibu selalu berdoa yang terbaik buat Gita dan tetap menjadi kebanggaan keluarga. 


Ultah Ke-10 Nara

Tahun ini, tepatnya 4 April 2019, Nara berusia 10 tahun. Waktu terasa cepat berlalu. Nara semakin dewasa, sedangkan aji semakin tua.

Banyak hal yang berubah tapi banyak hal juga yang tidak berubah dari diri Nara. Nara semakin dewasa, semakin sayang dengan keluarga dan semakin menjadi kebanggaan kami semua. Namun ada hal yang tidak berubah yaitu Nara selalu menyenangkan, ceria dan bergembira.

Semoga Nara selalu menjadi anak yang baik, sehat, panjang umur, memberikan kebaikan dan berguna bagi semesta.  

Tunggu Aku Di Perjalanan Berikutnya

Sudah satu dasa warsa berlalu sejak Papa meninggalkanku, namunnya pedihnya masih terasa. Dalam lamunanku kadang aku berbicara, berusaha menyapa dan berkomunikasi denganmu. Hello Papa, apa kabar disana? Atau Papa lagi disini menemaniku?

Kadang ingin aku berbagi cerita denganmu dan ingin mendengar nasihatmu seperti dulu. Belum banyak cerita pengalaman hidup yang bisa aku serap darimu. Seperti dulu, aku suka mendengarkan kisahmu seharian.

Masih jelas ku ingat sewaktu Papa mampir ke asramaku walau cuma sejenak, naik kereta bersama dan berbelanja baju murah di Mangga Dua untuk bekalku kuliah. Ahhh…baru kemarin rasanya.

Aku memang tidak bisa lagi melihatmu, tapi aku selalu bisa merasakan kehadiranmu disini, disampingku dan selalu dalam hatiku. 

Suatu saat nanti, aku pasti akan bertemu denganmu di perjalananku berikutnya. Tunggu aku….


Konser Sheila on 7

Tiket konser itu sudah aku beli sejak bulan Desember 2018 walau konsernya sendiri akan di gelar 14 Februari 2019. Untuk kali ini, aku tidak mau terlewat setelah didepan mata konser Sheila On 7 bulan September 2018 berlalu begitu saja tanpa kehadiran diriku.

Aku tanya ke istriku apakah dia mau ikutan nonton? Iya, begitu katanya. Karena dia ikut, maka anak-anakpun harus ikut karena tidak ada yang jaga di rumah. Total 4 tiket aku klik dan aku bayar. Lumayan juga harganya. Sengaja aku pilih kelas VIP, bukan festival, karena ada kursinya untuk antisipasi kalau anak-anak lelah dan mengantuk.

Baiklah, jam 3 kami sudah di tempat. Lokasinya di mall Kota Kasablanka. Kami tukarkan voucher dengan tiket masuk dan disebutkan bahwa pintu akan dibuka pukul 7 malam. Sambil membuang waktu, kami jalan-jalan dan berakhir di tempat makan untuk mengisi perut sebelum menikmati malam yang panjang dan seru.

Yak pintu dibuka dan kita duduk di tempat yang cocok. Band pembuka dimainkan. Walau bagus dan merdu, tapi serasa membosankan karena bukan mereka yang aku tunggu. Jadi 8 lagu terasa sangat panjang dan tidak bisa aku nikmati. Ingin rasanya dia segera selesai dan turun dari panggung.

Nyaris jam 9 malam, akhirnya mereka naik panggung. Sheila On 7 mulai memainkan lagu-lagu yang sangat akrab di telinga dan ingatanku. Perlahan aku terhanyut dalam lantunan lirik dan lagu. Suara dengan tangga nada tidak jelas meluncur deras dari mulutku dan tidak ada yang peduli. Semua hanyut dalam kenangan dan kesenangan.

Aku melirik kesebelahku dan ternyata istriku pun tidak kalah hebohnya. Bernyanyi dan sibuk memvideokan diri sendiri seolah-olah sedang syuting video klip. Ahhh senang rasanya melihat kami semua bergembira, berbahagia, dan bernostalgia.

Dua jam lebih tidak terasa dan kita harus pulang. Walau besoknya harus bangun pagi dan kembali bekerja, itu bukan masalah. Yang penting, kita semua berbahagia, menikmati, bersenandung dan bergoyang dayung sampai pulang pun terhuyung.



Sabtu, 19 Januari 2019

We Are The World

Dalam perjalanan di bus, sering aku aku nikmati dengan nonton film, dengar musik atau sekedar lihat video di youtube. Aku menemukan video musik dengan judul “We Are The World” yang waktu itu didedikasikan untuk korban gempa Haiti.

Lebih dari 20 penyanyi internasional dengan berbagai latar belakang, warna suara dan genre musik bergabung untuk mendukung program donasi melalui lagu. Kagum akan apa yang mereka lakukan. Kagum karena mereka bisa bersatu dalam keragaman dengan satu tujuan untuk menolong sesama tanpa melihat latar belakang orang yang akan dibantunya.

Tadi pagi Nara minta uang untuk donasi korban bencana alam di Banten. Aku menanyakan berapa yang dia mau sumbangkan tapi katanya serelanya. Akhirnya aku berikan Nara 50 ribu untuk disumbangkan.

Terima kasih Sekolah Alam Cikeas telah mengajarkan Nara untuk mulai berempati dan bersimpati terhadap sesama. Itu memang harus dilatih sejak dini dan itu juga menjadi pengingat untuk aku sebagai orang tua untuk tidak lupa memberi. Besar atau kecil bukan masalah. Yang terpenting adalah mari kita mulai memberi untuk dunia yang lebih baik bagi semua.

Tempat Yang Lebih Baik Untuk Semua

Hari cuti adalah hari yang paling menyenangkan karena hari itu aku bisa kumpul seharian bersama keluarga tercintaku. Namun ada hal lain yang membuat hari cuti lebih spesial adalah aku bisa mengantar jemput anak-anak ke sekolah.

Si kecil paling suka diantar jemput naik motor dan selalu meminta untuk melewati jalan-jalan sempit di kampung yang masih hijau dan rindang sedangkan Si Besar tidak punya kendaraan favorit. Yang penting dijemput.

Sebelum jam pulang sekolah, aku biasanya sudah nongkrong di sekolah. Melamun, mengamati dan kembali ke masa-masa ketika aku seumur mereka. Sekolah dan bermain, hanya itu yang anak-anak tahu. Tidak ada sekat dan tembok antara mereka. Sangat murni, lucu dan menggemaskan.

Sering aku senyum-senyum sendiri melihat tingkah polah mereka ketika berbaris, bermain, maupun bercanda dengan teman-temannya. Betapa indahnya dunia mereka.

Semoga mereka bisa tetap seperti “anak-anak” saat mereka dewasa nanti, tanpa sekat dan murni dalam pertemanan dan hubungan dengan sesama. Semoga kita bisa selalu menghargai orang lain, jangan pernah lelah untuk berbuat baik kepada ciptaanNya dan mencintai alam semesta. Bersama kita wujudkan dunia tempat yang lebih baik untuk semua. 

Keluarga Cemara

Keluarga Cemara. Film ini sudah ada sejak aku kecil. Namun hanya lagunya saja yang berbekas dalam ingatanku yang sudah mulai menua dan memudar ini. Jalan ceritanya? Hanya sekelebat bayangan terbang menghilang.

Kemarin, aku sempet menonton film versi terbarunya di bioskop. Sebelum nonton, aku sudah diwanti-wanti untuk sedia tissue sebelum meleleh. Tapi ya sudahlah, maju terus pantang mundur.

Ruangan mulai meredup, film dimulai. Sambil menikmati ceritanya, sedikit demi sedikit aku menggali ingatanku akan cerita film ini masa lalu untuk mendapat gambaran besarnya. Tapi apa daya, hanya sedikit yang tersisa.

Mulai terhanyut akan jalan cerita yang penuh nilai dan makna. Segala emosi menyatu sempurna dalam cerita itu. Ceria, sedih, perjuangan hidup dan saling mendukung antar anggota keluarga semua tertuang rapi dan menggambarkan realitas hidup keluarga di Indonesia, menurutku.

Aku mencoba membayangkan jika aku berada dalam posisi kepala keluarga cemara itu (Abah), apakah aku kuat? Apakah aku sanggup memikul beban semua anggota keluarga? Ada rasa takut, ada rasa khawatir menyelimuti kalbu.

Tapi sesuai dengan ide besar dari film itu, kekhawatiran dan ketakutanku perlahan sirna. Aku membayangkan wajah istri dan anak-anakku yang selalu ada untukku. Keluarga adalah harta yang paling berharga. Keluarga adalah istana yang paling berharga.

Saat malam tiba, satu persatu aku lihat wajah mereka tidur lelap. Diwajah merekalah aku melihat harta dan istana paling berhargaku. Mereka yang tidak pernah mengeluh dan tidak lupa mengucap syukur akan karunia yang Tuhan berikan. Kewajiban keluarga adalah berat, biar aku saja. Hak kalian hanya kebahagian dan kebahagian kalian adalah kebahagiaan ku juga.

Sekarang, apakah aku masih takut? Masih. Karena takut membuat kita tetap hidup. Namun takutku jauh lebih kecil dan berkurang karena kalian yang selalu ada untukku dan  merupakan harta dan istana paling berharga dalam hidupku.