Hari ini tanggal 4 Juli 2008, pagi sudah menunjukkan pukul 08.50. Aku bersiap untuk berangkat menyelesaikan persiapan terakhirku di Jakarta, karena sore nanti pukul 18.30 aku akan terbang ke kampung halamanku di Bali tercinta.
Banyak hal yang aku harus lakukan dari pagi hingga sore nanti. Beberapa barang belum masuk ke tas. Nanti saja setelah balik dari belanja aku masukin semua, begitu pikirku.
Tak terasa, sore menjelang. Semua perlengkapan sudah siap. Dan aku siap berangkat. Tentu tak lupa membasahi tubuh dengan dinginyanya air, sehingga aku bisa tampak lebih segar dan wangi. Tiket, dompet, HP dan pakaian semua sudah siap.
Untuk kali ini, aku menggunakan taksi ke bandara tidak menggunakan bus Damri langgananku karena begitu banyak barang yang harus aku bawa. Jalanan sangat lancar dan hanya dalam tempo 45 menit, aku sudah tiba di terminal 1C. Bergegas aku check in untuk mengurangi barang bawaanku. Namun tak seperti dugaanku. Proses check in memakan waktu dan negosiasi yang ribet dan melelahkan.Itu dikarenakan -aku tidak membawa kartu kredit yang aku gunakan untuk membeli tiket pesawat itu. Aku bersikeras bahwa tidak ada aturan yang mengharuskan aku menunjukkan kartu kredit tersebut namun begitu juga petugas bagian check in. Dengan sedikit trik aku berhasil boarding namun dengan emosi yang memuncak.
Pesawat berangkat on time dan aku tiba di bali dengan wajah ceria. Kakak ku siap mengantarku pulang. Lapar menghampir dan akupun mencari makan malam/”supper”. Setelah menuntaskan makan malam, mobil yang aku tumpangi mogok dan butuh perawatan intensif dan akhirnya aku dijemput orang tuaku dan sampai rumah jam 2.30 pagi.
Tanggal 5 Juli 2008 pukul 08.00, aku berangkat ke Bangli dengan ibuku. Banyak hal yang kami bicarakan selama perjalanan terutama persiapan acaraku. Hawa begitu sejuk begitu aku memasuki kabupaten bangli. Tenang dan sunyi. 1 Km sebelum sampai di pagar rumahku di Bangli, aku merasakan ada yang aneh pada ban depan kiri. Terasa berat dan tidak terkendali. Aku berhenti dan turun untuk memastikan apa yang terjadi. Oh ban mobil bocor. Aku menghela napas dan berusah mengganti ban dengan ban cadangan.
Malamnya aku berangkat kembali ke Denpasar, sekitar pukul 20.00 dengan Ibu ku dan menggunakan mobil yang sama. Begitu mulai menyalakan mobil, ada yang aneh muncul di indikator aki. Kenapa menyala terus ya?aku bertanya pada Ibuku. Tapi aku tetap mencoba membawa pulang. Lampu mobil mulai meredup diikuti dengan matinya klakson. Mobil berjalan mulai tersendat dan akhirnya mogok di Gianyar. Ya ampun, mogok lagi. Aku harus menunggu kakak ku untuk menarik mobil ke rumah. Untuk pertama kalinya (dan semoga yang terakhir) aku menyetir mobil yang di derek. Aku diingatkan oleh Ibuku agar tetap tenang dan tidak emosi. Aku hanya bisa tersenyum dan terheran-heran. Dalam hati aku berdoa, semoga acara nanti bisa berjalan dengan lancar dan tidak ada halangan apapun.
Syukur aku panjatkan, hari yang aku nantikan tiba. Rasa khawatir tetap menyelimuti hati. Satu persatu acara aku lalui dengan baik dan sampai akhir apa yang aku khawatirkan tidak terjadi. Semua berjalan dengan baik dan lancar. Rona bahagia menghiasi wajah kedua orang tua ku dan begitupun denganku. Syukur tiada henti aku panjatkan kepadaNya.
Tanggal 7 Juli 2008, aku menikah dengan perempuan yang aku cintai. Perempuan yang akan mendampingi aku hingga akhir nanti. Sebuah perjalanan yang panjang telah berhasil mencapai pelabuhan. Tentu bukan suatu akhir dari pelayaran hidupku. Namun yang aku tahu adalah, aku bahagia. Sangat bahagia.
Banyak hal yang aku harus lakukan dari pagi hingga sore nanti. Beberapa barang belum masuk ke tas. Nanti saja setelah balik dari belanja aku masukin semua, begitu pikirku.
Tak terasa, sore menjelang. Semua perlengkapan sudah siap. Dan aku siap berangkat. Tentu tak lupa membasahi tubuh dengan dinginyanya air, sehingga aku bisa tampak lebih segar dan wangi. Tiket, dompet, HP dan pakaian semua sudah siap.
Untuk kali ini, aku menggunakan taksi ke bandara tidak menggunakan bus Damri langgananku karena begitu banyak barang yang harus aku bawa. Jalanan sangat lancar dan hanya dalam tempo 45 menit, aku sudah tiba di terminal 1C. Bergegas aku check in untuk mengurangi barang bawaanku. Namun tak seperti dugaanku. Proses check in memakan waktu dan negosiasi yang ribet dan melelahkan.Itu dikarenakan -aku tidak membawa kartu kredit yang aku gunakan untuk membeli tiket pesawat itu. Aku bersikeras bahwa tidak ada aturan yang mengharuskan aku menunjukkan kartu kredit tersebut namun begitu juga petugas bagian check in. Dengan sedikit trik aku berhasil boarding namun dengan emosi yang memuncak.
Pesawat berangkat on time dan aku tiba di bali dengan wajah ceria. Kakak ku siap mengantarku pulang. Lapar menghampir dan akupun mencari makan malam/”supper”. Setelah menuntaskan makan malam, mobil yang aku tumpangi mogok dan butuh perawatan intensif dan akhirnya aku dijemput orang tuaku dan sampai rumah jam 2.30 pagi.
Tanggal 5 Juli 2008 pukul 08.00, aku berangkat ke Bangli dengan ibuku. Banyak hal yang kami bicarakan selama perjalanan terutama persiapan acaraku. Hawa begitu sejuk begitu aku memasuki kabupaten bangli. Tenang dan sunyi. 1 Km sebelum sampai di pagar rumahku di Bangli, aku merasakan ada yang aneh pada ban depan kiri. Terasa berat dan tidak terkendali. Aku berhenti dan turun untuk memastikan apa yang terjadi. Oh ban mobil bocor. Aku menghela napas dan berusah mengganti ban dengan ban cadangan.
Malamnya aku berangkat kembali ke Denpasar, sekitar pukul 20.00 dengan Ibu ku dan menggunakan mobil yang sama. Begitu mulai menyalakan mobil, ada yang aneh muncul di indikator aki. Kenapa menyala terus ya?aku bertanya pada Ibuku. Tapi aku tetap mencoba membawa pulang. Lampu mobil mulai meredup diikuti dengan matinya klakson. Mobil berjalan mulai tersendat dan akhirnya mogok di Gianyar. Ya ampun, mogok lagi. Aku harus menunggu kakak ku untuk menarik mobil ke rumah. Untuk pertama kalinya (dan semoga yang terakhir) aku menyetir mobil yang di derek. Aku diingatkan oleh Ibuku agar tetap tenang dan tidak emosi. Aku hanya bisa tersenyum dan terheran-heran. Dalam hati aku berdoa, semoga acara nanti bisa berjalan dengan lancar dan tidak ada halangan apapun.
Syukur aku panjatkan, hari yang aku nantikan tiba. Rasa khawatir tetap menyelimuti hati. Satu persatu acara aku lalui dengan baik dan sampai akhir apa yang aku khawatirkan tidak terjadi. Semua berjalan dengan baik dan lancar. Rona bahagia menghiasi wajah kedua orang tua ku dan begitupun denganku. Syukur tiada henti aku panjatkan kepadaNya.
Tanggal 7 Juli 2008, aku menikah dengan perempuan yang aku cintai. Perempuan yang akan mendampingi aku hingga akhir nanti. Sebuah perjalanan yang panjang telah berhasil mencapai pelabuhan. Tentu bukan suatu akhir dari pelayaran hidupku. Namun yang aku tahu adalah, aku bahagia. Sangat bahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar