Senin, 07 Desember 2009

Separuh Nafas

Semakin mendekati hari libur panjang itu, hatiku semakin tidak tenang. Tidak ada semangat ceria yang seperti biasa aku alami jika sudah mendekati akhir pekan. Libur kali ini Istriku akan pergi ke Thailand selama 4 hari untuk sebuah kegiatan kantornya. Sepi dan sunyi rumah mungilku.

Pulang ke rumah dengan separuh nafas. Ingin segera melihat senyum NaraChan, namun ada satu senyuman yang kurang di rumah. Senyum malaikat penghangat rumahku. Aku ingin libur panjang ini segera berakhir.

Setiap hari aku lewatkan dengan bermain dengan Nara. Senang melihat gerak dan celoteh baru yang sebelumnya tidak pernah terlihat dan terdengar olehku. Semakin hari, semakin banyak hal yang bisa dia lakukan dan membuat aku bahagia. Seandainya dia ada di rumah, kita pasti bisa tertawa dan tersenyum bahagia bersama melihat tingkah polahnya yang lucu dan menggemaskan.

Hari berlalu dengan cepat sesuai dengan harapanku. Aku bersiap menjemputnya ke bandara. Dari semalam, Nara susah tidur. Mungkin dia juga kangen sama ibunya seperti yang aku rasakan.

Perjalanan sangat lancar. Aku menanti kedatanganya. Sambil menunggu, Nara tidak ada hentinya berceloteh lucu.

Senyum mengembang dari kejauhan. Dia datang dengan sejuta cerita. Nara terlihat bahagia dan memberikan senyum terbaiknya. Terharu aku melihat sampai tidak bisa berucap. Ah.. senang semua sudah berkumpul. Rumah kecilku kembali ceria dan separuh nafasku sudah kembali.

Minggu, 06 Desember 2009

Pesan Dibalik Foto

Ibuku,

Liatlah foto kita bertiga. Begitu ceria.
Nara tertawa begitu cantiknya
Aji melihat senyum kalian, begitu bahagia.

Ibuku,
Jangan lupa oleh-oleh buat Chan dan Aji ya
Selamat liburan ya
Ingat ada Aji gendut dan Nara Chan
Yang selalu menunggu Ibu pulang

Luv u,
Aji & Chan

Selasa, 24 November 2009

Air Hujan

Air hujan dengan deras jatuh ke bumi. Hawa udara pagi semakin menusuk dingin. Aku berjalan ke luar rumah hanya sekedar ingin melihat suasana pagi. Mendung dan gelap. Itulah suasana yang terekam pagi itu.

Lama aku termenung di sudut sofa itu sambil membayangkan betapa bahagianya para tumbuhan mendapat siraman kesejukan setelah setengah tahun kemarin tertimpa cahaya matahari yang panas menyengat. Bunga di taman kecil rumahku mulai menampakkan keindahannya.

Masih pagi, aku bergumam dalam hati. Mau mandi, tapi dingin. Masih terbayang enaknya kalau aku bisa melanjutkan tidur lelapku. Aku berjalan ke dapur untuk sekedar minum segelas air putih yang dapat mengusir rasa malasku.

Setelah cukup lama aku berputar – putar dari halaman depan rumah sampai ke belakang, aku memutuskan untuk segera mandi. Aku menyempatkan diri untuk mampir ke kamar tidurku sekedar untuk mengintip mereka tidur. Tampak dia dan Nara tidur dengan gaya yang sama. Tidur menyamping lelap sekali.

Aku berlutut di samping mereka. Ingin tertawa rasanya melihat pemandangan lucu itu. Tapi aku takut membangunkan mereka. Aku hanya bisa tersenyum kecil bahagia. Aku memiliki keluarga kecil yang sangat aku cintai. Mereka selalu membuat aku bahagia seperti bunga-bunga di taman kecilku yang indah dan ceria disiram segarnya air hujan.

Kamis, 12 November 2009

Selamat Hari Perkawinan Papa Dan Mama

Belum genap setahun ketika hembusan angin yang menembus masuk kamar itu berusaha membasuh derasnya air mataku. Desirnya semakin membuat suasana hening mencekam. Lama aku terdiam memandangi tempat dimana papa terbaring meninggalkan kami dalam tidurnya yang tenang.

Tak pernah ku bayangkan dan ku pikirkan kalau itu sangat cepat terjadi. Tak bisaku menyangkal sakitnya hati ini ketika papa pergi untuk selamanya. Lamanya waktu sangatlah relatif. Tapi bagiku, waktuku untuk mengenal papa cuma 28 tahun merupakan waktu yang sangat singkat. Aku berusaha berfikir seberapa kita hidup di dunia tidaklah penting, namun apa yang telah kita lakukan selama hidup adalah yang paling penting. Dan papa telah banyak melakukan hal penting dan sangat berkesan selama hidupnya.

Tiba saatku aku musti melepas kepergian papa. Air laut ”membawa” papa kembali menghadap Sang pencipta. Itulah saat terakhirku melihat papa. Kembali jatuh air mataku menangis pilu. Aku hanya bisa mengucapkan selamat jalan papa.

Walau sekarang aku tidak bisa lagi melihat papa di dunia ini, tapi aku yakin papa selalu ada untukku apalagi di hari ini, hari jadi perkawinan papa dan mama. Pa, Budi ingin mengucapkan selamat hari perkawinan Papa dan Mama. Hari perkawinan bukanlah hari menyatunya 2 manusia tapi 2 cinta. Manusia boleh pergi, tapi cinta Papa dan Mama selalu hidup abadi. Itulah yang akan budi ikuti dan jalankan sampai hanya waktu yang bisa memisahkan.

Seperti aku sampaikan diatas, banyak hal penting dan berkesan yang telah papa lakukan selama hidupnya. Inilah salah satu hal yang paling penting dan paling berkesan yang telah papa lakukan untukku.



Papa telah memberikanku sebuah keluarga yang sangat sangat aku cintai dan banggakan. Budi akan jaga dan cintai keluarga Budi dengan sekuat tenaga dan sepenuh hati seperti yang papa inginkan dan telah papa tunjukkan kepada kami.

Selasa, 03 November 2009

Upacara Naraku

”Flight attendant, landing position”. Deru roda pesawat yang keluar dari badannya mulai memecah desing mesin pesawat. Aku kembali ke dunia nyata. Sekitar 4 hari aku habiskan waktuku untuk pulang ke Bali bersama keluargaku.

Kepulangan kali ini sangat singkat. Tujuan utama untuk melakukan upacara 6 bulanan (otonan) Nara. Dulu aku sempat bingung, ingin mengadakan upacara di Jakarta atau di Bali. Dari segi biaya, kalau dilaksanakan di Jakarta pastinya akan jauh lebih murah. Namun hati kecilku memberontak. Aku ingin melihat Nara menikmati upacaranya di tanah leluhurnya sesuai dengan pesan almarhum kakeknya.

Upacara otonan berjalan lancar. Bahagia melihat Nara bisa berkumpul dengan keluarga besarnya. Walau sedikit diwarnai dengan tangisan Nara yang kelelahan dan kepanasan, namun semua dapat berjalan sukses.

Pesawat mendarat. Nara tertidur lelap di pangkuan setelah lelah bercanda selama penerbangan. Sambil menunggu pintu terbuka, aku berdoa karena telah sampai dengan selamat. Dalam doaku, ada sedikit rasa sedih tersisa. Sedih karena Papa tidak bisa hadir melihat kebahagianku. Namun, aku yakin papa melihat kebahagianku dari atas sana. Liatlah Pa kebahagian Budi sekarang. Bahagia memiliki mama yang kuat dan hebat, adik yang dewasa dan luar biasa, kakak yang mandiri serta keluarga yang sangat budi sayangi dan banggakan. Semua berkat doa dan bimbingan papa. Liat pa, budi begitu bahagia. Sangat bahagia.

Kamis, 15 Oktober 2009

Jogja

Dadaku serasa sesak. Nafasku terasa berat. Mataku layu menatap Nara yang sedang tertidur lelap. Air mata mulai mengalir membasahi pipiku. Memikirkan jadwal minggu ini membuatku sedih tak terkira.

Aku harus menghabiskan akhir pekanku kali di Jogja. 2 hari bagi sebagian orang mungkin bukan waktu yang lama. Namun tidak untukku. Aku harus mengikuti kegiatan kantor disana.

Dalam hatiku ada ketidakrelaan meninggalkan kalian berdua di Jakarta. Terbayang kegiatan yang biasa kita jalankan di akhir pekan. Bercanda, tertawa dan riang bersama. Senyum kalian menghapus semua lelahku.

Jadwal harus aku jalankan. Aku harus berangkat. Aji mohon doa semoga kegiatan Aji bisa berjalan dengan lancar dan kembali ke rumah dengan selamat. Semoga Aji bisa membawa pulang oleh-oleh untuk kalian berdua di rumah. Tak sabar segera hari minggu, dan memeluk erat kalian berdua. Aji sayang Ibu dan Nara, muaahhh....

Kamis, 08 Oktober 2009

"Andaikan Kau Datang"

Bus biru besar itu tampak kosong dari luar. Aku bergegas naik kedalam. Aku mulai mencari tempat duduk. Masih ada beberapa kursi tersisa di barisan belakang. Setelah bus melaju di dalam jalan bebas hambatan, musisi jalanan segera memainkan lagu-lagu andalannya.

Sampai tiba pada satu lagu yang sayup-sayup aku dengar dengan judul ”Andaikan Kau Datang” dari Koes Plus. Entah kenapa saat mendengar lagu itu pikiranku melayang ke masa-masa kuliah dulu.
Dari jendela kamarku, aku menghirup udara pagi yang segar. Asrama tempat aku tinggal berada di ujung kampus yang dikelilingi oleh hutan yang lebat dan danau yang indah. Cerahnya dunia penuh dengan senyum ceria menyapa. Pikiran murni dan keseimbangan dalam hidup membuat aku seolah-olah melangkah tanpa beban.

Sejarah aku tiba di kampus itu tidak terlepas dari ijin papa. Dia yang memegang ”paspor” keberangkatanku. Dengan penuh kesungguhan aku berusaha meyakinkannya kalau aku pasti bisa disana. Ijin itu aku peroleh dengan berbagai catatan yang harus aku patuhi.

Aku teringat setiap surat yang aku terima dari papa pasti tak sabar segera ku buka. Tulisan tangan yang khas dan sulit dibaca tidak memudarkan niatku untuk membacanya. Pesan - pesan yang memberikanku kekuatan dan semangat telah membimbingku sehingga aku berhasil lulus dengan tepat waktu.

Lagu itu mulai memasuki lirik terakhirnya. ”Lagu ini, kuakhiri”, begitu lantun musisi itu, sekaligus mengakhiri perjalanan kilas balikku berhenti di halte komdak. Melangkah turun menuruni bus, masih terngiang-ngiang senyum dan sms terakhirnya sebelum aku ditinggal tidur. Papa mengatakan kalau aku tidak boleh lupa bawah aku sudah punya keluarga sendiri, jaga, cintai dan sayangi Istri dan Anak-anakmu kelak.


Pesan yang singkat, padat dan penuh makna yang pasti akan aku jalani dengan segenap kemampuanku seperti apa yang telah papa berikan kepada mama dan anak-anak papa yang selalu bangga dengan papa.

Senin, 14 September 2009

Flash Back

Usia Nara sudah hampir menginjak 6 bulan. Sebentar lagi Nara akan kami perkenalkan dengan makanan pendamping ASI. Kalau ingat masa-masa itu, aku bisa tersenyum-senyum sendiri.

Awal tahun 2009, kandungan istriku sudah mulai besar. Perutnya pun semakin buncit. Tidak tahan berlama-lama berkendara walau bantal sudah mengganjal di punggungnya. Akhirnya untuk sementara aku memutuskan”pindah rumah” ke kawasan setiabudi.

Setiap pagi, aku mengantarkan istriku jalan-jalan pagi di Taman Suropati, taman yang indah dan nyaman di tengah kota Jakarta. Dengan perut buncitnya dia masih sempet berpose dengan lucunya.




Waktunya pun tiba. Kami berangkat ke RS Bunda Jakarta. Masuk ke ruang pra bersalin, istriku mulai menjalani tes CTG. Tampak raut wajah bahagia campur takut terpancar jelas. Hasilnya pun terlihat bagus dan normal.



Setelah hampir 12 jam menunggu, Nara tak kunjung lahir. Hasil test terakhir menunjukan kalau Nara terlilit tali pusar di leher. Dokter tidak memberikan lagi kami pilihan. Istriku harus di operasi. Takut akan jarum suntik membuat air matanya membasahi pipinya melebihi takut karena persalinan.


Dan akhirnya lahirlah Nara, anak yang telah kami nantikan untuk mengisi rumah kecil kami yang hangat. Nara telah menjadi putri di istana kecil kami.

Ini kira-kira wajah Nara waktu berumur 1-2 minggu.



Ini dia foto terakhir Nara sayang dengan Ibu tercinta. I love you both.




Kamis, 03 September 2009

Percaya Kata Hati

Saat itu, mungkin memang bukan yang pertama kali aku melihat wajahmu. Namun, aku merasa seakan-akan saat itulah aku melihatmu untuk kali pertama.

Saat itu, seolah-olah aku berada pada dunia dengan dimensi yang lain. Semua teka-teki terpecahkan. Senyumanmu jauh menusuk lubuk hatiku. Mulai saat itu, aku selalu teringat wajah dan senyummu.

Waktu berlalu, semakin hari semakin aku mengenal dirimu. Dalam waktu yang singkat itu, ada rasa yang aneh timbul. Kenapa dalam waktu sesingkat itu aku merasa telah mengenal kamu beberapa tahun?

Aku percaya dengan kata hatiku. Setiap langkahku hanya tertuju padamu. Dalam keramaian, dimana semua orang berteriak, aku hanya dapat mendengar suaramu.

Sejak saat itu, aku merasa untuk selalu dekat denganmu. Aku tidak mau melewatkan momen tanpa dirimu. Bersamamu, hidupku terasa lengkap. Aku mempercayai kata hatiku. Dia berbicara kalau kamu adalah pendamping yang pas untuk hidupku.

Gempa Bumi

Selasa pagi cuaca masih terlihat mendung. Ini mungkin sisa awan hujan yang kemarinnya deras membasahi Jakarta. Hawa masih terasa dingin menusuk. Tidak ada tanda-tanda akan terjadinya suatu bencana.

Aku masih duduk di depan meja kerjaku bercengkrama dengan beberapa kawan, asyik mendiskusikan temuan audit mengenai suatu transaksi. Temuan selesai kita bahas, tiba-tiba kursi dan meja terasa bergoyang. Semakin lama semakin keras. ”Gempa”, begitu teriak rekan-rekan kerjaku. Aku mencoba tenang. Namun goncangan (7,3 SR) semakin lama semakin keras dan berlangsung dalam waktu yang lebih lama dari gempa yang dulu pernah rasakan.

Mual dan rasa takut menjadi satu. Aku hanya bisa tertunduk di meja kerjaku. Sambil berdoa, aku teringat wajah anak dan istriku. Apa kabarnya mereka? Ketakutan semakin memuncak kala goncangan tak kunjung berhenti. Pasrah, hanya itu yang bisa aku lakukan.

Setelah sekian lama, goncangan mereda, aku dan rekan-rekan seruangan mulai berhamburan turun. Mencari jalan yang paling cepat untuk keluar dari gedung. Sesampai di bawah aku berusaha menghubungi anak dan istriku. Tapi tidak bisa. Panik mulai menyerang kembali. Bagaimana keadaan mereka?

Syukur tiba-tiba ponsel ku berbunyi. Oh itu kabar dari istriku. Satu kecemasan hilang. Dia baik-baik saja. Namun gimana kabar anakku? Tak berapa lama kemudian, istriku mengabarkan kalau Nara dan Mbak Sum baik-baik saja. Hilang semua kekhawatiran.

Bergegas aku pulang ke rumah. Melihat senyum mereka berdua, bahagia rasanya. Terima kasih Tuhan, aku masih diberi waktu untuk menyayangi dan melihat mereka berdua. Dua orang yang sangat aku cintai yang telah memberikanku semangat dan kekuatan.

Jumat, 28 Agustus 2009

Sebuah Bayangan

Hujan kemarin begitu deras mengguyur kota Jakarta. Angin bertiup kencang menerbangkan dedaunan yang berguguran dari tangkainya. Aku melihat dari ketinggian kota, berlindung di balik hangatnya ruang kerja. Begitu banyak orang membuat kepadatan jalan semakin parah. Jauh ke depan aku melihat lampu-lampu kendaraan, mencoba mencari sesosok bayangan. Dimanakah aku bisa menemukannya?

Tak terasa sudah lebih dari satu tahun berlalu sejak aku mengucapkan janji itu dihadapan Tuhan. Dia, telah banyak memberikanku kebahagiaan dan keceriaan. Selalu menolong aku saat aku terjatuh dan mengingatkanku saat aku terbang terlalu tinggi. Memberikan tangannya untuk menuntunku.

Orang bilang itu hanya permulaan dari indahnya masa-masa awal pernikahan. Namun sekarang, cinta itu ada disini. Tidak ada salahnya aku menikmatinya dan membawaku terbang jauh.

Semakin lama aku melihat, semakin susah aku menemukan bayangan itu. Dimana dia? Didalam hati dan pikiranku. Seketika jalanan terlihat lengang. Aku berangkat pulang untuk segera bertemu dengannya, orang yang telah membuat aku selalu ingin bernyanyi.

Jumat, 14 Agustus 2009

Bidadariku

Sudah jam 17.30 ternyata. Waktu berlalu begitu cepatnya. Aku bersiap pulang. Namun aku merasa ada yang kurang dari hari-hari biasanya. Dan kekurangan itu adalah tidak adanya istri pulang ke rumah bersamaku.

Dia sedang melakukan tugas kantor di Surabaya. Walau cuma 2 hari, namun serasa sangat lama. Aku ingin segera hari jumat. Mungkin dulu aku pernah sesumbar bawah setelah Nara berusia 6 bulan, kamu boleh pergi lebih dari seminggu. Tapi sepertinya aku haru menarik kata-kataku itu. Jangankan seminggu, sehari saja aku merasa kesepian.

Sekarang hari jumat. Akan ada libur panjang sampai hari senin nanti. Aku begitu semangat untuk pulang. Bukan hanya karena libur itu, namun aku akan segera bertemu dengan 2 bidadariku yang sudah menunggu di rumah. Bidadari yang selalu aku dambakan dan menjadi semangat hidupku. Istri dan anakku tercinta.

Senin, 13 Juli 2009

Hari Yang Panjang

Hari sabtu kemaren merupakan hari yang sangat panjang bagi aku dan Nara. Tercatat ada 4 rencana yang harus kita jalani. Ini membuat aku dan istriku berfikir ekstra agar hari dan kegiatan bisa berjalan lancar.

Rencana pertama adalah belanja ke Carrefour. Tujuan utama kesana adalah membeli puzzle spon untuk alas tempat tidur Nara. Ini bertujuan agar kalaupun Nara Jatuh dari kasur mungilnya, dia jatuh di tempat yang aman. Maklum, tidurnya Nara sudah mulai menjelajah setiap jengkal daerah kekuasaanya.

Rencana ke kedua adalah menghadiri ultah Kakak Dimas di pancoran. Ramainya orang yang hadir tidak membuat Nara takut. Dia tetap menunjukkan ekspresi yang gembira dan menyenangkan. Semoga Nara terus begitu ya.

Ketiga adalah ke Pura Rawamangun untuk sembahyang dan membeli bunga. Nara nyaman disana karena Puranya penuh dengan pohon rindang yang meniupkan angin sepoi-sepoi.

Dannn...yang terakhir adalah ke RS Bunda untuk tindik telinga. Inilah rencana yang paling aku takutkan. Kenapa aku takut, karena aku tidak tega melihat Nara menangis. Nara bukan tipe anak yang manja. Dia tidak akan menangis kalau tidak benar-benar merasa sakit.
Sampai di RS Bunda aku mengalami ketegangan yang luar biasa. Tak henti aku memanjatkan doa semoga kegiatan tindik telinga berjalan lancar dan Nara diberi kekuatan. Yang aku khawatirkan terjadi. Tangisan Nara begitu kerasnya memecah kesunyian ruang emergency. Nara terlihat kesakitan dan marah. Hancur rasanya hatiku.

Aku tidak berani melihat karena aku tidak tega. Begitu juga Istriku. Tapi cinta dan kasih mengalahkan segalanya. Aku memberanikan diri untuk menemani Nara. Aku meminta Istriku untuk menjaga Nara. Ia memberanikan diri walau dia takut akan jarum suntik. Cinta kasihnya terpancar hangat membelai Nara.

Nara, Aji tahu itu sangat menyakitkan. Tapi Aji dan Ibu harus melakukan itu karena Aji dan Ibu sayang sama Nara. Aji dan Ibu ingin Nara terlihat semakin cantik dan memang tindik telinga suatu hal yang lumrah untuk dilakukan bagi seorang perempuan. Nanti saat Nara sudah besar, Nara pasti akan mengerti apa yang telah Aji dan Ibu lakukan. Semua karena kecintaan Aji dan Ibu terhadap Nara. We Love U, Nara.

Selasa, 07 Juli 2009

Cake 1st Anniversary

Telepon di mejaku berbunyi nyaring. Sejenak aku sempat melirik jam tanganku. Masih jam istirahat. ”Siapa yang rajin menelponku jam segini ya?”, gumamku.

Ternyata suara satpam di pintu depan yang menelpon. Dia mengatakan kalau ada kiriman yang harus aku terima sendiri. Aku bergegas menuju lobi kantorku untuk melihat kiriman apa yang aku terima.

Seseorang dari toko kue Harvest telah menantiku. Aku melihat tanda terima yang dia sodorkan. Ternyata aku mendapat kiriman blueberry cheese cake dari istriku tercinta. Hahahaha...ternyata ini kue ulang tahun perkawinan kami. Aku pikir dia lupa kalau hari ini adalah ulang tahun perkawinan kami, karena tadi pagi dia tampak bingung ketika aku mengucapkan selamat hari pernikahan.


Setelah mengabadikan sejenak cake itu, aku segera membagikannya teman-teman seruangan. Ucapan selamat berdatangan, disertai doa supaya pernikahan kita abadi. Beberapa celetukan dan candaan menyeruak. Hadiah ulang tahun perkawinan diberi dan dirayakan karena baru menikah saja.

Memang, usia pernikahanku masih sangat muda. Baru 1 tahun berjalan. Namun aku percaya, mungkin tahun depan, hadiahnya bukan berupa cake, tapi berupa yang lain. Atau bahkan tidak ada sama sekali. Tapi aku percaya, tidak ada hadiah, bukan berarti tidak ada cinta dan kasih sayang, karena cinta itu hadir tidak selalu berwujud bunga.

Senin, 06 Juli 2009

Happy Anniversary



SAM JASPATYAM SURYAMAM ASTU DEVAH
Ya, Hyang Widhi, semoga kehidupan perkawinan kami berbahagia dan tentram.
(Rgveda X.85.23)

Itulah kira-kira petikan doa yang kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa pada tanggal 7 Juli 2008, tepat satu tahun yang lalu. Tanggal itu telah menjadi salah satu tanggal bersejarah dalam hidupku. Tanggal dimana aku berjanji untuk menjaga dan menyanyangimu seumur hidupku, membentuk dan membahagiakan keluarga yang aku pimpin dengan sekuat tenagaku. Janji suci yang hanya aku ucapkan kepadaNya.

Tak terasa satu tahun telah berlalu. Umur perkawinan ku baru mencapai tahapan yang sangat muda. Masih banyak tantangan kedepan yang akan aku hadapi dan dengan dukunganmu, aku yakin kita bisa melewati apapun tantangan itu.

Banyak orang bilang bahwa 5 tahun awal perkawinan adalah masa-masa yang sulit. Aku kurang sependapat dengan opini itu. Bagiku setiap tahap dan setiap saat dalam perkawinan bisa menjadi masa-masa sulit jika cinta yang sudah tumbuh dibiarkan mati tanpa di pupuk dan disirami.

Aku bersyukur Tuhan telah memberikan kita hadiah yang sungguh sangat istimewa. Hadiah yang tidak tergantikan oleh apapun. Nara, dia memberikan kebahagian dan kebanggaan bagiku dan bagi kita. Dengan senyum dan canda tawanya, rumah kita menjadi ceria.

Ulang tahun perkawinan berarti cinta dan kasih sayang kita sudah bertambah 1 tahun umurnya dan ia akan selalu mengakar semakin kuat.

SELAMAT ULANG TAHUN PERKAWINAN KITA SAYANG. I LUV U

Kamis, 11 Juni 2009

Lagu Rindu

Mungkin setiap orang yang suka musik Indonesia mengenal sebuah grup musik yang bernama Keris Patih. Grup musik yang terkenal dengan lagu-lagu romantisnya. Aku sendiri bukan penggemar setia grup musik ini, namun aku adalah salah satu penikmat setia lagu-lagu yang mereka ciptakan.

Salah satu lagu yang paling aku kagumi adalah sebuah lagu yang berjudul “Lagu Rindu”. Lagu ini menceritakan kecintaan seseorang terhadap pasangannya. Ia meminta tolong kepada alam untuk dapat menyampaikan isi hati dan perasaannya.

Pagi ini, ketika aku tiba di kantor, aku teringat akan indahnya lagu ini. Tanpa ragu, maka aku mulai mencari lagu itu di pemutar musik kumputerku. Volume aku atur sehingga merdu terdengar. Sudah lama tidak aku dengar syair indah ini.

Aku juga teringat kalau aku pernah membuat klip pribadi dari kumpulan foto-foto semasa aku masih pacaran. Lagu ini juga aku pilih sebagai pemenangnya untuk mengiringi lembar demi lembar foto kami. Sambil merenung aku menikmati foto-foto dan lagu itu. Rasanya baru kemaren aku pacaran.

Lagu itu hampir selesai, begitu juga tampilan dari foto-foto kami. Namun tak puas rasanya hanya mendengar dan melihatnya sekali. Aku ulangi lagi dan lagi. Semakin aku nikmati, maka rasa sayang dan cintaku aku justru semakin tumbuh. Semakin bersemi di hati. Aku sadar bahwa aku sangat sayang padanya. Dan setelah lagu itu selesai, maka kini terasa sungguh, semakin aku tak mau kehilangannya.

Bintang malam katakan padanya
Aku ingin melukis sinarmu di hatinya
Embun pagi katakan padanya
Biar kudekap erat waktu dingin membelenggunya
(Lagu Rindu - Keris patih)

Kamis, 04 Juni 2009

"Menu" Istimewa

Sejak tinggal di Cibubur, aku selalu membawa bekal sarapan dari rumah. Selain bisa menikmati masakan istri, itu juga karena aku selalu tiba di kantor setelah jam kantor hampir mulai, dan kantin pun pasti sudah tutup. Kebiasaan itu masih aku lakukan sampai hari ini.

Pagi ini, seperti biasa, setiap menjelang berangkat ke kantor, aku selalu menyempatkan diri untuk bercanda dengan Nara walau dia masih terlelap dalam tidurnya. Sekedar mengucapkan kalau aku sayang padanya. Tas bekal sarapanku sudah siap, dan aku pun berangkat.

Radio kesayanganku selalu menemani perjalananku. Sambil sedikit berdendang, aku berfikir betapa senangnya karena ini hari jumat. Besok libur dan saatnya berkumpul dengan keluargaku. Tak sabar segera sore.

Tiba di kantor, perut terasa sangat lapar. Aku mulai membuka kotak sarapanku. Ada secarik ”menu” special yang tak terduga. ”Menu” dengan isi sebagai berikut: ”Selamat pagi sayang...Cuma mau bilang I Love U aja Kok.. Setiap hari, semakin cinta. Makasi ya sudah jadi Superdad untuk Nara. Selamat Kerja & selamat makan. Luv u, Mega”

Sarapan pagi ini terasa berbeda. Ada “menu” resep istimewa di dalamnya. Resep sederhana namun dengan cita rasa yang luar biasa, membuat aku semakin cinta padanya.

Kamis, 21 Mei 2009

Ulang Tahun Istriku


Suara tangisan manja anakku tercinta telah membuatku terbangun dari tidur lelapku. Aku mulai memaksakan untuk membuka kedua mataku dan melihat apa yang terjadi dengannya. Ternyata dia hanya merenggangkan badanNya yang mungil. Tapi setelah aku pikir-pikir, mungkin Nara membangunkan diriku agar aku tidak terlelap dan melewatkan detik-detik pergantian hari menuju hari ulang tahun istriku.

Aku melihat jam, dan masih jam 23.00 WIB. Masih satu jam lagi. Aku berusaha memejamkan mataku lagi, namun tidak bisa. Aku melangkah ke luar kamar dan menonton televisi sambil menunggu datangnya tengah malam. Satu persatu chanel aku coba namun tidak ada yang menarik. Baru 30 menit menanti, rasa bosan menghampiri. Aku kembali ke kamarku. Aku liat Nara dan Istriku sedang tertidur lelap. Melihat mereka berdua sungguh sangat bahagia. Tenang dan hangat terasa.

Lebih kurang 20 Menit aku hanya memandangi mereka berdua. Nara mulai menggeliat seolah-olah memberi tanda sekarang saatnya. Aku mengeluarkan hadiah ulang tahun yang sudah aku siapkan 2 minggu sebelumnya.

HAPPY B’DAY SAYANG...suaraku membangunkan tidurnya. Lalu dengan semangat aku memaksanya untuk membuka kado yang aku siapkan. Melihat dia senang dan cocok memakainya, aku merasa sangat puas dan bahagia, Mewujudkan salah satu mimpi lamanya adalah suatu kebanggaan dan kebahagian bagiku.

Ini hadiah dari Aji dan Nara ya Ibu. Nara yang kasi Ide dan aji yang beliin. Semoga usia yang sudah menginjak 26 Tahun ini, Ibu makin dewasa dan makin sayang sama Nara dan Aji. Kita semua sayang sama Ibu. Ibu adalah segalanya buat kita. Luv u Ibu.

HAPPY BIRTHDAY 21 MEI 2009...

Minggu, 10 Mei 2009

Hari Yang Menyenangkan


Hari minggu kemarin sungguh merupakan salah satu hari yang paling menyenangkan, karena aku seharian bisa berada di rumah bermain dengan Nara. Sejak beberapa hari sebelumnya aku sudah merencanakan untuk menyelesaikan semua urusan di hari sabtu.

Walau hari minggu merupakan hari libur, tapi aku tak mau bermalas-malasan membuang waktu. Aku bangun pagi sekali dan mulai mengganggu tidurnya Nara. Lucu dan menggemaskan sekali melihat dia tertidur lelap.

Tak terasa waktu begitu cepat berlalu. Walau sudah seharian aku bermain dengan Nara, tapi tetap saja serasa baru sekejap. Rasa kangen 5 hari kerja belum terbayar lunas.

Sambil memandangi dia tertidur lelap di ruang tengah, aku menggosok sepatu kerjaku. Sudah seminggu kayaknya tidak dibersihkan. Sambil membersihkan sepatu, aku menanyakan perihal status pekerjaan istriku. Sekali lagi hal yang sungguh menyenangkan dan membangkankan terjadi. Istriku naik pangkat. Puji Syukur aku panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa.

Seperti aku sampaikan diatas, hati itu sungguh menjadi salah satu hari yang paling menyenangkan. Bermain dengan Nara, mendapat kabar gembira dari Istriku meletup semangatku untuk menjalani hari-hari ku kedepan.

Terima kasih Nara dan Ibu atas hari indahnya. Sayang, aku tahu kamu malu untuk menceritakannya, tapi berita itu telah membuat aku semakin bangga padamu, sangat bangga.

Selasa, 21 April 2009

Nuansa Hati

Suatu yang hebat dan mempesona ketika dia menyapa dan duduk di sampingku. Masa perkenalanpun mengalir kaku ketika aku menanyakan nomor handphone nya. Ada keraguan dalam diriku apakah dia akan menjawab pertanyaanku yang pribadi itu.

Pancaran dirinya terus menggangguku. Apalagi ketika perbincangan ku mulai mengalir. Walau hanya membicarakan hal-hal yang wajar, namun tetap saja mengasyikkan.

Hari perkenalan berlalu sudah, namun bayang-bayangnya tak mau pergi. Senyumnya sesejuk hawa di pegunungan itu. Pesonanya seperti hamparan birunya langit tiada bertepi.

Kini terasa sungguh semakin aku mengenalnya, serasa semakin aku yakin padanya. Semakin aku jatuh cinta padanya. Kasih yang telah dia tanam, akan selalu berkembang di dalam hatiku. Tak dapat aku jauh dari dirinya. Semakin aku pikirkan, maka serasa semakin dekat. Dialah nuansa ilham yang telah mencerahkan hari-hariku.

Senin, 20 April 2009

Nara


Begitu jam menunjukan pukul 17.30, maka tiada alasan lagi aku untuk tidak segera pulang. Ada atau tidak ada teman satu kendaraan, aku mencari jalan pulang yang lain. Intinya aku harus segera pulang.

Aku memiliki rutinitas baru. Berangkat ke kantor lebih siang dari biasanya, dan pulang tepat begitu jam kantor berakhir. Ini karena Nara, anak aku yang lucu dan menggemaskan.

Walau kadang-kadang aku harus terjaga malam hari mendengar tangisan atau sekedar menenangkan tidurnya, aku tidak peduli. Semua aku lakukan dengan senang hati. Walau mata mengantuk keesokan harinya, tidak masalah. Itu bentuk kasih sayangku pada Nara.

Tidak ada henti-hentinya aku memikirkan Nara. Dia sudah memberikan aku tambahan semangat untuk menjalani hidup ini. Hidup yang semakin lengkap dengan memiliki Istri yang luar biasa dan Anak yang cantik.
Mungkin kamu lelah menerima telponku setiap saat untuk sekedar menanyakan kabar Nara dan kamu. Itu semua Aku lakukan karena Aku kangen dan sayang sama kalian. Aku pengen selalu ada disamping kalian dan melihat kalian tumbuh dan tersenyum.

Terima kasih sayang, kamu telah memberikan aku anak yang luar biasa. Anak yang akan menjadi perekat keluarga dan cinta kita. Semoga Nara bisa tumbuh menjadi anak yang baik dan membanggakan.

Senin, 06 April 2009

My Girl


“Aji, siap-siap ke dokter ya”. Sedikit terkejut, takut campur bahagia ketika mendengar istriku mengucapkan kalimat itu. Tanpa pikir panjang, aku segera memasukkan tas bayi dan tasnya yang sudah aku siapkan sejak 2 minggu lalu. Sembari menunggu dia selesai mandi, aku mulai berfikir pelan-pelan apa lagi yang harus aku persiapkan lagi. Aku berusaha tenang.

Pukul 08.10 Wib aku tiba di RS Bunda Menteng. Karena sudah pernah ikut kelas kehamilan disana, jadi aku tahu rute yang harus aku tempuh. Setelah mendaftar, istriku masuk ke ruang persalinan. CTG dilakukan dan test dalam. Ternyata sudah bukaan 1. Senang dan bahagia menjadi satu. ”Kemungkinan 10 – 12 jam kedepan anak ibu sudah bisa lahir” begitu kata dokter.

Waktu terus berlalu. Istriku tak kunjung mendapat kontraksi yang kuat dan mulas. Dia dengan semangat dan cerita terus menikmati tibanya saat persalinan. Hasil CTG kedua juga menunjukkan kontraksi yang lemah ditambah denyut jantung bayi yang ”silent”.

Pukul 18.00 Wib, 10 jam sudah berlalu. Dokter melakukan kunjungan dan konsultasi. Namun ternyata, bukaan tidak bertambah sedikitpun. Mungkin oleh karena itu istriku tidak merasakan mulas.

Aku diberi 2 pilihan, mau menunggu atau operasi. Tidak ada pilihan induksi karena jantung bayi sempat ”silent”. Kami diberi waktu 3 jam untuk berfikir untuk menghindari hal-hal yang tidak kami inginkan sambil menunggu dokter menyelesaikan praktiknya.

Aku meminta untuk melakukan CTG terakhir kalinya karena istriku ingin lahir normal. Namun, kenyataan berkata lain. Detak jantung bayi gawat. Dia stress. Dokter tidak memberikan kami lagi pilihan. Harus operasi!!!

Setelah berjuang sekian lama untuk lahir, ternyata dia gagal. Dia terlilit tali pusar di leher. Kalau terlambat, akan membahayakan jiwa bayi.

Maka, pukul 22.38 Wib lahirnya putri pertama kami. Lega, senang dan sangat bahagia begitu mendengar tangisannya memecah keheningan malam. Dengan berat 3,1 Kg dan panjang 47 Cm, I.A. Nara Pramodawardani Dauh, begitu kami memberinya nama akan mengisi hari-hari bahagia kami kedepannya. Ratu yang bahagia dan membahagiakan orang lain sudah melihat dunia barunya.

Selamat datang di dunia baru Nara. Nara adalah sumber kebahagian dan kebanggaan baru buat Aji dan Ibu. We Love U So Much...


Lilypie 1st Birthday Ticker

Kamis, 02 April 2009

Surat Buat Ade'

Hari ini tepat ade’ berusia 39 minggu. Usia ade’ dalam kandungan ibu udah cukup untuk lahir kedunia. Ibu pun udah mengambil jatah cuti melahirkannya sejak tanggal 27 Maret kemaren.

Sejak hari itu, hari-hari ibu diisi dengan berbagai kegiatan. Mulai dari belanja kebutuhan ade’, kebutuhan rumah tangga, senam dan beragam aktivitas lainnya. Aji sendiri masih menjalankan kegiatan kantor seperti biasanya.

Sedih memang meninggalkan ibu sendirian untuk menunggu ade’ lahir sedangkan aji sibuk dengan kegiatan kantor. Tapi aji melakukan ini untuk ade’ dan ibu juga. Aji sayang ma Ibu dan Ade’ dan aji mau kalian selalu bahagia, tercukupi apa yang kalian butuhkan.

Rumah ade’ di bukit golf juga sudah siap menyambut ade’. Ibu sudah membereskan sedemikian rupa sehingga nyaman untuk ade’ tumbuh. Mulai dari tempat tidur, lemari, pakaian dan serba-serbinya. Ibu ade’ emang wanita yang luar biasa.

Sabtu besok aji dan ibu sudah punya jadwal untuk ade’. Kita akan melakukan CTG. Aji lupa sih apa kepanjangannya. Tapi fungsinya untuk melihat kandungan secara keseluruhan termasuk daya kontraksi.

Ade’ sayang, tetep berjuang dan semangat ya. Ade’ harus bantu ibu ya. Semoga ade’ bisa lahir sehat dan lancar. Aji yakin ade’ pasti bisa. Ade’ tau? Aji dan ibu udah ga sabar untuk melihat ade’ dan mendengar tangisan ade’.
Uhmm....begitu nanti ade’ bisa memanggil kami dengan sebutan “Aji” dan “Ibu”, itu adalah panggilan terindah di dunia. Aji dan Ibu sayang banget ma Ade’.

Minggu, 22 Maret 2009

Sabtu Ceria

Hari sabtu kemarin aku kembali ke RS Bunda untuk check up mingguan kandungan istriku. Aku sudah mendaftarkannya sejak seminggu lalu dengan mendapat no urut pendaftaran 1. Namun tetap saja itu bukan jaminan dia bakal mendapat giliran No. 1 karena nomor antrian dihitung berdasarkan kedatangan.

Aku tidak ingin dia menanti lama di RS Bunda. Untuk tetap mendapat no antrian kecil, maka aku tiba di RS Bunda pukul 16.30 walau dokter praktek jam 18.30 dengan harapan aku mendapat no antrian 1. Benar saja, setiba disana aku mendapat nomor yang aku harapkan namun biasanya akan di confirm 30 menit sebelum jam praktek dokter.

Namun hal yang beda terjadi. Petugas memberi aku print out nomor antrianku. Syukur dan senang aku menerimanya sehingga aku bisa segera pulang untuk menjemputnya. Ade’ dapet no urut kecil, begitu gumam ku.

Tiba kembali di RS pukul 18.00. Suster pada sibuk membereskan ruangan dokter karena dokter mau syuting. Syuting apa ya? ” Nyonya Mega”, suster memanggil. Aku segera masuk ke ruang dokter. Setelah diskusi kecil, istriku di USG. Aku melihat pergerakan anakku begitu lucunya, membuat aku terkagum-kagum.

Tiba – tiba dokter menanyakan apakah boleh istriku di ambil gambarnya oleh DAAI TV? Dia mengiyakan. Segera masuk serang wanita dari stasiun TV itu untuk ambil gambar. Layar monitor pun di ”shoot” sehingga ade’ bisa kelihatan di TV.

Ternyata hasil syuting itu akan di tayangkan di Taiwan untuk informasi kemanusiaan. Sungguh senang aku mendengarnya. Ade’, walau masih di kandungan sudah memberikan sumbangan untuk ilmu pengetahuan dunia.

Semoga nanti ade’ bisa terus berguna bagi keluarga dan dunia setelah ade’ menginjakkan kaki di bumi, dan aji yakin ade’ pasti bisa.

Kamis, 19 Maret 2009

Saat Menjelang Persalinan

Tak terasa kandungan mu sudah memasuki minggu ke-38. Tak sabar rasanya menanti hari persalinan dan mendengar tangisan anak kita. Mulai dari perlengkapan lahiran sampai nanti pulang ke rumah sudah kamu siapkan secara perlahan tanpa bantuanku karena saat itu aku sedang di bali. kamu sungguh luar biasa.

Baju, perlengkapan bayi dan lahiran sudah siap di dalam tas, menanti untuk berangkat. Kerjaanku juga hanya mencari informasi tentang kehamilan dan persalinan di internet. Semakin aku membaca dan mencari tahu, semakin tidak sabar rasa hatiku.

Aku mulai membayangkan hawa dan suasana kamar persalinan di rumah sakit. Beberapa kali aku menonton video melahirkan di internet supaya aku semakin paham apa yang terjadi di kamar persalinan dan bantuan apa yang harus aku berikan padamu. Aku ingin kamu merasa nyaman dan aman dengan adanya aku disisimu.
Tidak ada perubahan berarti darimu sejak awal kehamilan sampai dengan saat ini. Saat mendekati persalinan. Cuma beberapa kali terlontar dari bibirmu kalau kamu mulai dihinggapi rasa khawatir, cemas dan takut.

Dari beberapa cerita orang dan tulisan yang aku baca, rasa itu wajar menghinggapi ibu yang akan melahirkan. Apalagi melahirkan anak pertama. Tapi aku yakin kamu pasti bisa melewatinya, karena aku yakin Tuhan pasti telah menyediakan jalan dan cara yang terbaik. Banyak wanita bisa, dan aku yakin kamu juga pasti bisa. Aku pasti akan ada disana, disisiku dengan segenap doa dan kemampuanku. Ade’ bantu ibu melahirkan dengan sehat, normal dan lancar ya.

Tak sabar segera mendengar tangisan anak kita dan melihat senyum cantik mengembang diwajahmu. I luv u so much.

Selasa, 03 Maret 2009

Selamat Jalan Papa


Ma, kenapa dada papa berhenti bergerak ya? Segera aku berlari keluar kamar perawatan untuk memanggil suster jaga walau mama sudah menekan bel darurat. Panik dan sedih bercampur aduk. 2 orang suster segera mengerahkan segenap kemampuannya untuk membantu papa. Namun kenyataan berkata lain. Tanggal 26 Februari 2009, Papa tiada. Tangis tak terbendung memecah kesunyian pagi.

Sejak sehari sebelumnya papa sudah sulit bernafas. Kondisinya semakin mengkhawatirkan. Tidak henti-hentinya doa kupanjatkan memohon yang terbaik untuknya. Malam itu, aku tidak bisa tertidur dengan nyenyak. Setiap saat kuperhatikan infus dan oksigen yang menempel di tubuh papa.

Pagi hari, seorang dokter yang merawat papa datang berkunjung. Aku menanyakan kondisi papa dan apa tindakan yang akan dilakukan. Sebelum menjawab, dokter menghela nafas panjang. Aku tahu itu sebuah pertanyaan yang susah. Kita akan terus berusaha, kira-kira begitu arti dari helaan nafasnya.

Tak lama berselang, papa tiada. Mungkin itu jawaban dari doa-doa ku belakangan hari kemarin. Aku ikhlas papa pergi daripada melihat penderitaan dan penyakitnya. Sedih memang, tapi aku tahu itu yang terbaik buat papa.

Waktu semakin berlalu, meninggalkan semua cerita dan kenangan indah tentang papa. Senyuman dan canda tawanya kini sudah tiada lagi. Kadang aku masih sering merenung tentang apa yang telah kita lakukan bersama dimasa yang lalu. Biarkanlah itu hidup dalam hati.

Papa telah tiada, namun cita-cita, semangat dan nilai-nilai kehidupannya akan selalu menyertaiku. Aku telah berjanji kepada papa untuk meneruskan apa yang tertunda dengan segenap kemampuanku.

Selamat jalan papa, beristirahatlah dengan tenang dan damai. We love u...

NB: Terima kasih untuk semua yang telah membantu papa, dan mohon maaf atas semua kesalahan yang papa pernah lakukan.

Untuk istriku tercinta, aku minta maaf telah meninggalkanmu dan Ade’ seminggu lebih lamanya. Terima kasih telah memberikan aku waktu untuk melihat dan menjaga papa untuk terakhir kalinya.

Kamis, 12 Februari 2009

Valentine

Setiap hari selama seminggu belakangan ini aku selalu mendengar kata-kata ”Valentine” di radio kesayanganku. Sepertinya setiap insan di dunia yang memuja cinta, menantikan tibanya hari ini. Walaupun bukan budaya Indonesia, tapi sebagian besar orang ikut merayakan dan selalu mendambakan.

Hampir di setiap pusat perbelanjaan aku melihat hiasan yang didominasi warna merah muda, cerah menghiasi setiap sudut. Sepertinya cinta telah merasuk segenap umat manusia dan membuat mereka lebih bersemangat. Apakah itu hanya imajinasiku? Entahlah. Yang pasti, itu adalah harapan dan impianku.

Aku termasuk orang menyukai semangat valentine itu walau aku bukan pemuja hari valentine. Perasaan damai penuh cinta menyelimuti dunia., itulah yang aku rasakan. Kenapa aku tidak memujanya?

Aku memiliki seorang istri yang sangat sayang padaku. Setiap hari adalah hari yang istimewa buatku. Dia selalu ada untuk aku. Saat aku berada pada ”persimpangan jalan” yang ramai, aku bingung. Aku berusaha mendengar kata hatiku, dan yang aku bisa dengar hanya suaranya. Begitu banyak orang lalu lalang di dunia, tapi aku hanya bisa mendengar suaranya.

Dia telah memberikan tangannya untuk aku. Selalu menolong aku saat aku jatuh dan mengingatku saat kakiku sudah tidak lagi menginjak bumi. Senyumnya yang cerah telah menjadi bintang penunjuk jalanku. Aku semakin tahu kemana aku harus melangkah.

Itulah sebabnya aku bukan pemuja hari valentine. Karena setiap hari, setiap detiknya aku mengalami hari kasih sayang. Hari yang penuh cinta kasih dari istriku tercinta. Namun aku harap, semangat hari kasih sayang tidak akan luntur di hati setiap insan, walau hari ini telah lewat.

Mengutip sebuah pepatah bahwa ”cintailah selama kamu hidup dan hiduplah selama kamu masih bisa mencintai”, maka dunia pasti akan semakin indah.

Minggu, 01 Februari 2009

Ambilkan Bulan Bu

Malam semakin larut. Dahan - dahan melambai tertiup angin malam. Lelah serasa menghampiri setelah lebih dari 3 jam aku duduk membaca buku. Besok aku akan menempuh ujian semester. Aku beranjak dari ruang kamarku dan berjalan menuju ruang belajar di lantai gedung asramaku, hanya ingin sekedar melepas lelahku.

Teman-teman ternyata sedang bersenandung diiringi petikan gitar klasik. Mereka adalah teman-teman satu asrama yang sudah meyelesaikan ujian semesternya. Sungguh nikmat rasanya lepas dari beban itu.

Aku minta untuk dimainkan sebuah lagu yang dapat meredakan tegangnya pikiranku. Lagu masa kecilku yaitu ”Ambilkan Bulan Bu”. Entah kenapa lagu itu selalu mendapat tempat yang indah di hatiku. Apalagi malam yang dingin itu, bulan bersinar dengan cerahnya.

Seolah-olah lupa akan umurku, aku mulai menyanyikan lagu itu dengan sepenuh hati. Aku membayangkan bahwa aku bisa menggapai Bulan dan ku bawa pulang. Khan ku dekap tak kubiarkan dia pergi.

Sampai saat ini, aku masih sangat mengagumi lagu itu. Bahkan sampai aku belajar main gitar. Bulan, begitu indahnya. Dia menyinari setiap insan. Sekarang, aku tidak perlu lagi meminta Ibu untuk mengambilkan bulan untuku. Karena dia sudah ada dipelukanku. Bulan yang selalu bersinar dan menemani setiap malam-malamku.

Minggu, 18 Januari 2009

Banjir Di Musim Hujan

Hujan tidak turun pagi ini. Mungkin hujan telah menumpahkan semuanya malam tadi. Dengan derasnya, hujan menghantam atap yang dilapisi polycarobonate begitu riuhnya membuat aku terjaga dalam tidurku.

Sudah dari minggu kemarin aku tidak mengantar dia ke kantor. Aku takut dengan ketinggian air yang menggenangi jalanan walau tidak didahului dengan turunnya hujan. Namun, karena hujan semalam, aku semakin khawatir dengan kemungkinan naiknya air.

Apa yang aku khawatirkan benar-benar terjadi. Kawasan Kelapa Gading lumpuh. Air telah merendam apapun yang menghalanginya. Kendaraan tidak berhasil membelah tingginya air. Belum lagi diperparah dengan terbakarnya salah satu tangki pada depo Pertamina. Banjir dan macet menjadi satu.

Aku segera mengangkat telponku. Kekhawatiranku memuncak membaca keadaan kawasan itu. Begitu suaranya terdengar dari kejauhan, aku tahu dia baik-baik saja. Aku menjadi lega.

Menit berlalu, sudah 45 menit tidak ada kabar darinya. Padahal waktu sudah menunjukan pukul 09.00, 30 menit setelah waktu mulai bekerja. Kemana dia? Apakah dia baik-baik saja?

Segera aku menelponnya. Masih terjebak banjir katanya. Namun dia sudah naik ke mobil elf jemputan kantor. Walau macet, tapi relatif aman dan akupun tenang.

Melihat perjuanganya menuju kantor, membuat aku kagum. Mungkin terlihat nekat, namun dia melakukan apa yang dia percaya, pekerjaan yang dia senangi. Walau terlihat sibuk, tidak ada raut kelelahan pada wajahnya. Senyum ceria selalu mengembang cerah.

Semoga semangat dan keceriaan yang tiada henti itu bisa menulari sifat anak kami yang segera melihat wajah kami berseri di bumi.

Senin, 05 Januari 2009

"Libur" Akhir Tahun

Liburan tahun baru kemarin tidak seperti liburan tahun baru pada tahun-tahun sebelumnya. Tidak ada liburan yang ”wah” atau selebrasi yang berlebihan. Sebagian besar libur tahun ini aku habiskan di tanah kelahiranku, Bali.

Mungkin kurang tepat aku kalau sebut liburan di kampung halaman, karena tujuanku pulang adalah untuk menemani papaku yang terbaring lemas di rumah. Sudah 2 bulan ini beliau mengidap sakit.

Begitu sampai di rumah, aku langsung menjenguknya di dalam kamar. Aku disambut oleh batuknya yang bandel. Aku tahu papa pasti ingin menyambut kami dengan tawanya yang renyah seperti biasa. Tapi untuk saat itu, hal itu tidak muncul. Namun dari sorot matanya, aku tahu papa bahagia melihat kami pulang.

Setiap hari, setiap saat aku tidak ingin jauh dari papa ku. Aku tidak ingin waktu libur kerjaku di Bali tersia-siakan tanpa melakukan hal yang bisa membantu dan menemaninya.

Pagi itu, seperti biasa aku mengunjungi kamarnya. Aku mulai memijat kakinya dan mencoba menggerakkannya. Masih berat kata papa. Kemudian papa memanggil istriku. Papa lapar. Diapun segera bergegas ke dapur mengambil sepiring nasi dan lauknya kemudian dengan sabar menyuapi papa makanan. Dapat kulihat dengan sabar dia melayani papa. Mulai dari memijat, mensuapi makanan, membuatkan minum, dll semua dia lakukan dengan ceria.

Kuperhatikan papa makan. Walau tidak berbicara, tapi aku tahu papa bahagia. Bahagia karena papa tahu bahwa kami menyayanginya dengan sepenuh hati. Aku juga semakin yakin bahwa kelak anak-anakku akan berada pada tangan yang tepat. Tangan yang penuh kelembutan dan kasih sayang setiap harinya dan disetiap hembusan nafasnya.

NB: Cepat sembuh papa..
Terima kasih untuk Mama, Dedi dan Lia yang senantiasa menemani dan melayani papa dengan sabar dan penuh kasih sayang setiap harinya.

Minggu, 04 Januari 2009

Tart Ulang Tahunku

Malam baru menunjukkan pukul 22.00, dan film laga yang sedang aku tonton masih seru-serunya. Dengan susah payah aku berusaha menahan kantuk yang menyerang namun tak kunjung berhasil. Aku pun tertidur dengan suksesnya.

Masih kudengar sayup-sayup suara televisi dengan kiblatan cahayanya. Mata masih bisa mengintip dari celah kelopak mata yang mulai redup. Setengah sadar aku mencoba meraih remote tv yang berada diantara tumpukan bantal dan selimut. Klik..maka stand by mode on.

Malam itu adalah tepat tanggal 1 januari, hari pertama di tahun baru 2009. Senang rasanya merayakan tahun baru karena bagiku, tahun baru berarti harapan baru dan semangat baru. Namun, tetap saja kebiasaanku tidak baru yaitu tidak kuat begadang.

Saat nyeyak tertidur, sebuah tangan menggoyang-goyang tubuhku lembut. Suaranya memanggil-manggil namaku. Mimpi atau bukan ya? Karena aku baru tidur 2 jam lamanya.

Makin lama, tangan itu makin terasa menyentuh bahuku dan suaranya semakin jelas kudengar. Secercah cahaya lilin menghangatkan kamarku. ”Happy Birthday sayang...” begitu teriaknya. Sebuah ”tart” hasil karyanya yang terbuat dari setanggup roti tawar, berisi meses coklat dan baluran keju parut sudah terhampar di depanku. Sebuah kue ulang tahun yang luar biasa yang dibuat dengan keiklasan dan dibumbui dengan kasih sayang.

Setelah ku tiup lilinya, maka kue ulang tahun itu aku potong dan ku berikan potongan pertama dengan orang yang sangat spesial di hatiku. Nikmat luar biasa.
Terima kasih sayang, itu kue ulang tahun terenak dan sempurna buat ulang tahunku. I love u..